Selamat Datang!

Minggu, 14 Februari 2010

Minat Baca

MENUMBUHKAN MINAT BACA
DIKALANGAN SISWA


I. PENDAHULUAN

Buku bacaan dan sumber mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha mengembangkan kebiasaan dan keterampilan membaca. Kedua unsur tersebut dapat menambah perbendaharaan kata, memperkaya informasi, dan dapat meningkatkan motivasi serta mengembangkan wawasan. Sejalan dengan pemiiran tersebut maka sebaiknya kegemaran dan kebiasaan membaca sejak usia dini diterapkan, paling tidak sejak siswa masuk sekolah dasar.

Mengembangkan minat baca bagi masyarakat, khususnya siswa sekolah menyangkut berbagai faktor. Salah satu faktor yang harus disiapkan adalah seperangkat buku sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pengembangan minat baca. Dalam hal ini guru dan orang tua siswa mempunyai peranan yang sangat penting untuk memotivasi dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan minat dan kegemaran membaca.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan perubahan proses berbagai aspek kehidupan sosial menuntut terciptanya siswa yang gemar belajar. Proses belajar yang efektif antara lain dilakukan melalui membaca. Oleh karena itu, siswa yang gemar membaca adalah siswa yang gemar belajar. Melalui membaca, siswa memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang semakin mencerdaskan kehidupannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan zaman.

Sesuai dengan salah satu tujuan utama program wajib belajar 9 tahun, yaitu menumbuhkembangkan kemampuan membaca dan melek huruf peserta didik, pemerintah menyediakan cukup banyak buku pelajaran yang dibagikan secara cuma-cuma ke sekolah-sekolah. Buku-buku tersebut harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para siswa.

Meningkatkan minat dan kegemaran membaca merupakan salah satu tolak ukur meningkatnya mutu pendidikan. Oleh karena itu, para Kepala Sekolah, Guru, Pengawas dan Pustakawan bersama-sama dengan orang tua dan masyarakat diharapkan secara sunguh-sungguh ikut mendukung suksesnya pengembangan minat dan kegemaran membaca siswa. Kesadaran akan pentingnya membentuk kebiasaan membaca dan menciptakan siswa gemar membaca yang pada gilirannya akan berperan penting dalam menunjang upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan secara khusus meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk itu diperlukan upaya yang terus menerus dan berkesinambungan agar minat baca siswa dapat ditumbuhkembangkan secara mantap.

II. MENUMBUHKAN MINAT BACA DIKALANGAN SISWA
A. Pengembangan Minat dan Kegemaran Membaca
Telah diuraikan pada pendahuluan bahwa untuk menumbuhkan minat baca dikalangan siswa perlu adanya faktor pendukung yang saling terkait dari berbagai pihak yaitu kepala sekolah, guru, pustakawan, pengawas, orang tua, siswa itu sendiri dan sarana dan prasarana pendidikan.

1. Karakteristik Sekolah
Karakteristik sekolah adalah merupakan salah satu faktor pendukung yang dapat menumbuhkan minat baca dikalangan siswa yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kepala Sekolah
1). Pendidikan minimal S1 (SLTP), minimal D2 (SD)
2). Memiliki pengalaman mengajar
3). Sering mengikuti penataran-penataran dan pelatihan
4). Terhimpun dalam Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja Guru (KKG), Kelompok Kerja Sekolah (KKS), dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah di suatu sanggar untuk SD.
b. Guru
1). Pendidikan minimal D2 untuk SD atau MI dan minimal D3 untuk SLTP atau MTs dan sesuai dengan bidang mata pelajaran yang diajarkan.
2). Sering mengikuti penataran-penataran dan pelatihan tentang metodologi dan materi.
c. Pustakawan
1). Telah mendapat pendidikan atau pelatihan khusus perpustakaan.
2). Mempunyai pendidikan pustakawan.
3). Mempunyai kemampuan yang baik dalam mengelola perpustakaan sekolah (baik teknis maupun manajerial).
d. Pengawas
1). Pendidikan minimal S1
2). Telah mengikuti penataran dan pelatihan sesuai dengan bidang binaannya.
3). Telah matang menghadapi segala benturan dalam pembinaanya (emosi yang stabil).
e. Siswa
1). Siswa yang masuk sekolah SD rata-rata telah mengalami pendidikan TK.
2). Siswa pada umumnya telah dapat membaca kalimat sederhana.
3). Memiliki kemampuan belajar mandiri.
4). Siswa yang masuk SLTP telah mempunyai kemampuan dasar yang cukup.
5). Memiliki kesadaran dan kesenangan membaca.
f. Orang tua
1). Orang tua rata-rata berpendidikan sekolah menengah keatas.
2). Memahami pentingnya pendidikan.
3). Status ekonomi menengah keatas.
4). Memiliki perpustakaan keluarga (bahan bacaan untuk anak).
g. Sarana atau Prasarana Pendidikan.
1). Gedung sekolah lengkap dengan ruang kelas, ruang perpustakaan, tempat ibadah, aula serbaguna, dan prasarana lainnya.
2). Sering diadakan lomba yang berkaitan dengan membaca.
3). Lingkungan sekolah menunjang proses pendidikan. Koleksi buku perpustakaan sangar beragam.
4). Tersedia sarana majalah atau koran dinding.

2. Kegiatan Yang Dapat Dilaksanakan Menumbuhkan Minat Baca Dikalangan Siswa

a. Kegiatan Kepala Sekolah
1. Menyusun program pengembangan minat dan kegemaran membaca di sekolah, minimal satu kali dalam setahun (awal tahun ajaran).
2. Menetapkan jam wajib membaca bagi siswa selama  15 menit setiap hari belajar di sekolah dibawah pengawasan guru. Dilaksanakan sebelum jam pelajaran pertama berlangsung.
3. Merencanakan dan melaksanakan berbagai lomba berkaitan dengan peningkatan minat dan kegemaran membaca. Dalam program tahunan atau semester.
4. Merencanakan dan melaksanakan wajib kunjung perpustakaan sekolah seminggu sekali.
5. Menyediakan sarana dan prasarana perpustakaan sekolah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS).
6. Menyediakan hadiah/penghargaan untuk berbagai kegiatan termasuk lomba yang berkaitan dengan peningkatan minat dan kegemaran membaca melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS).
7. Mengusahakan dana untuk pengadaan koleksi perpustakaan melalui komite sekolah atau sponsor lain.
8. Memantau pelaksanaan program pengembangan minat dan kegemaran membaca di sekolah secara periodik disesuaikan dengan kegiatan.
9. Memantau pelaksanaan jam wajib membaca setiap hari.
10. Memantau pelaksanaan berbagai kegiatan termasuk lomba secara periodik disesuaikan dengan kegiatan.
11. Memantau pelaksanaan wajib kunjung perpustakaan secara periodik disesuaikan dengan kegiatan.
b. Kegiatan Guru
1. Mengadakan kegiatan yang menarik minat siswa untuk membaca. Contoh : menunjukkan dan membacakan sebagian cerita dari suatu buku, koran, atau majalah.
2. Melaksanakan kunjungan ke perpustakaan sekolah bersama siswa minimal satu kali dalam seminggu.
3. Guru membantu siswa membuat pojok atau sudut bacaan sederhana minimal satu kali dalam satu tahun ajaran.
4. Menugaskan siswa untuk membaca 15 menit dengan pengawasan guru di kelas setiap hari.
5. Menugaskan siswa untuk membaca dan meringkas minimal 1 buku di kelas setiap akhir bulan.
6. Mengadakan lomba membaca karya sastra (puisi, drama, dan sebagainya secara periodik setiap tahun.
7. Menugaskan siswa membuat kliping dari majalah dan surat kabar secara periodik setiap tahun.
8. Mengadakan lomba meringkas bacaan secara periodik setiap tahun.
9. Menugaskan siswa membaca pengumuman di Balai Desa dan Puskesmas dan hasilnya dilaporkan kepada guru secara periodik setiap tahun.
10. Membentuk kelompok membaca siswa / klub buku awal tahun ajaran baru.
11. Menugaskan siswa untuk membaca buku pelajaran yang ditentukan diluar jam pelajaran setiap minggu.
12. Menugaskan siswa untuk menjawab soal-soal yang bersumber dari buku perpustakaan setiap selesai kunjungan ke perpustakaan.
13. Menugaskan seorang siswa untuk membaca di depan kelas secara bergantian setiap bidang studi.
14. Menugaskan siswa untuk mencari informasi tambahan di perpustakaan untuk memperkaya pengetahuan setiap pokok bahasan.

c. Kegiatan Pustakawan/Guru Pustakawan
1. Membeli / mengadakan buku dan bahan pustaka lain yang sesuai dengan kebutuhan siswa, guru, dan kepala sekolah setahun sekali.
2. Mengusahakan sumbangan buku dari siswa dan instansi pemerintah atau swasta diakhir tahun ajaran.
3. Tukar menukar buku atau bahan pustaka lain apabila memungkinkan.
4. Mengusahakan peminjaman buku antar perpustakaan apabila memungkinkan.
5. Mengadakan pengenalan perpustakaan bagi para siswa setiap awal tahun ajaran baru.
6. Menyelenggarakan pameran buku secara reguler di sekolah setiap peringatan hari besar, misalnya : Hardiknas.
7. Memperpanjang jam buka perpustakaan menjelang ujian sekolah.
8. Mengadakan bimbingan membaca disaat kunjungan perpustakaan.
9. Membuat daftar buku baru dengan anotasi secara berkala setiap ada pengadaan buku baru.
d. Kegiatan Pengawas
1. Memantau pelaksanaan program minat dan kegemaran membaca secara periodik.
2. Memantau kebijakan kepala sekolah/pustakawan dalam mengelola perpustakaan (jadwal kunjung, tata tertib, dan data pengunjung) secara periodik.
3. Memantau guru dan pustakawan dalam melaksanakan program peningkatan minat dan kegemaran membaca secara periodik.
4. Membuat evaluasi pelaksanaan program peningkatan minat dan kegemaran membaca siswa di sekolah dan melaporkannya ke atasan setiap caturwulan.
e. Kegiatan Siswa
1. Membentuk kelompok baca siswa/klub buku untuk siswa SD dengan bimbingan guru, untuk SLTP dapat diprakarsai siswa.
2. Membuat kliping dari media cetak tentang Iman dan Taqwa (Imtaq) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) sesuai tugas dari guru kelas atau guru bidang studi.
3. Tukar menukar buku antarsiswa sesuai keperluan siswa.
4. Membantu pelayanan perpustakaan sekolah setiap kunjungan keperpustakaan sekolah.
f. Kegiatan Komite Sekolah
1. Menganggarkan dana komite untuk melengkapi sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan peningkatan minat dan kegemaran membaca setiap awal tahun ajaran.
2. Menganjurkan orang tua siswa agar membiasakan siswa di rumah gemar membaca (termasuk mengatur jadwal menonton TV) setiap hari.
3. Menghimpun majalah / buku dari orang tua untuk melengkapi koleksi perpustakaan sekolah diakhir tahun ajaran dengan arahan buku dan majalah yang diperlukan.
B. Perlunya Bimbingan Orang tua Untuk Menumbuhkan Minat Membaca Siswa

Orang tua adalah guru pertama di rumah. Segala potensi yang dimiliki anak, pengembangannya tergantung pada bagaimana orang tua mengarahkannya terutama dalam hal belajar membaca. Orang tua yang sering meluangkan waktu bersama anak-anaknya lebih bisa menyesuaikan dengan hobi anak dan kemudian memberi respons positif yang sesuai. Anak yang tertarik pada buku perlu dibantu dan dibimbing agar ia mau bereksplorasi untuk memperluas wawasannya pada hal yang diminati. Bagi orang tua perlu menciptakan suasana rumah yang penuh dengan stimulasi agar anak selalu ingin belajar membaca.

Ada beberapa hal yang memerlukan bimbingan orang tua secara intensif terhadap anak dalam menghadapi kesulitan membaca. Kesulitan membaca adalah ketidakmampuan mengenal simbol-simbol huruf, serta ketidakmampuan memahami bahwa rangkaian simbol tersebut dapat digunakan untuk menyatakan suatu maksud. Hal-hal yang menyebabkan kesulitan membaca, antara lain :
1. Anak tidak mengenal huruf.
2. Anak tidak dapat menyambungkan suku kata.
3. Penglihatan anak kurang baik.
4. Pendengaran anak kurang baik.
5. Penggunaan metode membaca yang kurang sesuai bagi anak.
6. Adanya kelainan bicara pada anak.
7. Anak belum memiliki kematangan visual motorik.
Untuk mengatasi hal-hal dalam kesulitan membaca tersebut maka peran orang tua sekaligus guru terdekat pada anak berperan membesarkan hati anak dan membantu anak berpikir jernih serta memberi penanganan yang tepat dalam kesulitan membaca. Berikut ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua, antara lain :
1. Kalau anak merasa tidak senang membaca, orang tua dapat membantunya mengatur waktu, antara bermain dan belajar.
2. Sebaiknya kalimat-kalimat negatif yang dilontarkan orang tua dihindarkan, seperti kata-kata ”bodoh ”, ” dasar pemalas ”, dan lain-lain.
3. Tugas yang diberikan kepada anak tidak semata-mata hanya untuk dikerjakan, tetapi untuk membantu dan membimbing anak menyelesaikan masalahnya sendiri. Orang tua dapat menunjukkan kepada anak bahwa membaca itu tidaklah sulit.
4. Kalau anak sulit memahami bacaan, orang tua dapat membacakan untuknya, sementara anak berkonsentrasi mendengarkannya, sehingga anak dapat menyenangi bacaan.
5. Bila anak kesulitan dalam mendengarkan bacaan dan sulit berkonsentrasi, orang tua dapat membantu menuliskan beberapa kalimat, dan anak disuruh untuk menirukan bacaan tersebut.
6. Ketika berbicara pada anak, hindari kalimat yang agak kasar, meskipun hanya bercanda. Karena candaan bisa ditanggapi anak secara serius.
7. Untuk anak yang mangalami gangguan dalam hal kesulitan membaca, orang tua dapat memprogramkan secara remedial, dengan mencari dahulu faktor-faktor kesulitan yang dimiliki anak melalui observasi. Lama program terapi ini tergantung pada bentuk kesulitan, keadaan, kemampuan, kemauan, dan bantuan orang tua. Bila kesulitan termasuk berat, perlu diusahakan bantuan tutor.

III. Kesimpulan
Dari yang telah diuraikan pada hal tersebut maka untuk dapat menumbuhkan minat baca dikalangan siswa dapatlah disimpulkan :
1. Buku bacaan dan sumber mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha mengembangkan kebiasaan dan keterampilan membaca. Kedua unsur tersebut dapat menambah perbendaharaan kata, memperkaya informasi, dan dapat meningkatkan motivasi serta mengembangkan wawasan.
2. Menumbuhkan minat baca dikalangan siswa itu sangat penting. Tentunya untuk menumbuhkan minat baca dikalangan siswa perlu adanya faktor pendukung yang saling terkait dari berbagai pihak yaitu kepala sekolah, guru, pustakawan, pengawas, orang tua, siswa itu sendiri dan sarana dan prasarana pendidikan.
3. Kegiatan yang dapat dilaksanakan menumbuhkan minat baca dikalangan siswa jelas tidak lepas dari peran dan kegiatan Kepala Sekolah, guru, kegiatan pustakawan/guru pustakawan, pengawas, komite sekolah, dan siswa itu sendiri.
4. Perlunya bimbingan orang tua untuk menumbuhkan minat membaca siswa sangatlah penting karena orang tua adalah guru pertama di rumah.
5. Untuk anak yang mangalami gangguan dalam hal kesulitan membaca, orang tua dapat memprogramkan secara remedial, dengan mencari dahulu faktor-faktor kesulitan yang dimiliki anak melalui observasi. Lama program terapi ini tergantung pada bentuk kesulitan, keadaan, kemampuan, kemauan, dan bantuan orang tua. Bila kesulitan termasuk berat, perlu diusahakan bantuan tutor.
Baca Selengkapnya…

Sabtu, 13 Februari 2010

Pantun

15 Buah Pantun

Kandangan jambatan papan
Martapura jambatan wasi
Kaganangan di wayah makan
Banyu mata gugur ka nasi

Bukan aku mananam pandan
Tapi aku mananam kaladi
Bukan aku mamandang tampan
Tapi aku mamandang budi

Amun kutahu manisnya susu
Kada kucampur lawan gula
Amun kutahu cintamu palsu
Kada kuterima dari samula

Manisnya limau di darat
Siapa jua ampun tanaman
Manisnya nang batahi lalat
Siapa jua ampun tunangan

Kalau kaka mandi ka hulu
Ambilkan ading bunga kambuja
Kalau kaka mati dahulu
Hadangi ading di lawang surga

Jaruju padang jaruju
Disangkutakan ka atas dahan
Sudah untung nasib diriku
Disarahakan kapada tuhan

Tiwadak marimbun daun
Tapi sayang kada babuah
Hati handak batahun-tahun
Tapi sayang inya masih sakulah

Makan karak di dalam panci
Makan nasi batambah pulang
Awan ba arak nang ditangisi
Kakasih jauh di banua urang

Buat apa bajalan kaki
Amun kada mamakai sandal
Buat apa handak babini
Amun kada baisi mudal

Kuputik naya si bunga mawar
Mawar naitu habang warnanya
Hati naini tarasa bagatar
Saat dikau nyatakan cinta

Matan pasar lama ke barabai
Mambawa karung baisi tomat
Patuah agama jangan diabai
Maka hidup balimpah rahmat

Buah anggur lain pang tumat
Jangan ditukar lawan nang lain
Amun diri handak tahurmat
Hurmatilah urang lain

Pasang bandira katuk dauh
Naik taksi ka Bati-Bati
Supaya cidera jangan tumbuh
Baik-baik mambawa diri

Dari Barabai ka Kandangan
Di tangah jalan baulih sumangka
Jangan diabai parintah Tuhan
Matinya bisa masuk naraka

Gugur mantapuk buah ramania
Mantah dimakan tarasa latar
Jangan mabuk mancintai dunia
Hidup ini hanya sabantar
Baca Selengkapnya…

Syair

15 Buah Syair

Tanam melati di huma-huma
Dabur dabur angin sanja
Amun jadi hidup bersama
Kita mahambur kambang saroja

Handak mari-ing kayu baduri
Halat sakilan mandua jari
Handak guring kada jadi
Hati dandam di rasuk mimpi

Siuragung di puhun kasturi
Buah manggis gugur sabigi
Mamakan jagung sambunyi-sambunyi
Anak manangis kada dibari

Urang tuha sudahlah lali
Mata kabus pandangaran tuli
Manyumpah aku kada parduli
Manyambah musuh enggan sakali

Jalan-jalan ka Ujung Murung
Hari panas maurak payung
Biar habis duit sakantung
Asal dapat nang hidung mancung

Banyak kumbang ditaman bunga
Hanya satu nang kupuja
Banyak pemuda tampan wajahnya
Hanya satu nang kucinta

Tulang ikan mas patah dua
Agar-agar takipai ka bawah tangga
Mambuang naas kala bacinta
Agar bahagia dalam barumah tangga

Patah tainjak pisau balati
Si Atun datang sambil manari
Janganlah syak didalam hati
Ini syair mahibur diri

Ada labu di tangah padang
Dirabutakan anak bilalang
Malihat mamaku datang
Hati sadih manjadi hilang

Jalan-jalan ka kuta Paris
Malihat rumah babaris-baris
Biar mati diujung karis
Asal dapat nang hirang manis

Matan mana handak kamana
Matan Kalua ka Bandar Cina
Amun bulih kaka batanya
Ading nang langkar siapa ampunnya


Halabiu tanahnya rata
Dikulilingi kumpai banta
Kalau anak handak bacinta
Bisa-bisa maulas kata

Kuumpamakan palita itu lilin
Baliuk-liuk ditampur angin
Kada nyaman jadi pemimpin
Harus ingat rakyat nang miskin

Rasa dan akal, daya dan nafsu
Di alam raga nyata basatu
Aku maliputi segala liku
Matan hujung rambut ka hujung kuku

Dadalang simpur bamain wayang
Wayang asalnya si kulit kijang
Agung dan sarun babun dikancang
Kaler bapasang di atas gadang
Baca Selengkapnya…

Karangan ilmiah

PENGERTIAN TENTANG ISTILAH-ISTILAH DAN KEGUNAANNYA DALAM KARANGAN ILMIAH



3.1 PENDAHULUAN
Kita terlebih dahulu harus mendalami pengertian dan kegunaan sejumlah istilah yang sering dipakai dalam penelitian dan penulisan agar dapat meneliti dan menulis sesuai prosedur.
3.2 BEBERAPA ISTILAH PENTING
3.2.1 Fakta
Fakta adalah laporang tentang sesuatu yang dipikirkan atau dilihat, didengar, dicium, diraskan, dan diraba. Fakta dalam psikologi umumnya bersifat subjektif, tidak dikenal dalam ilmu pengetahuan eksak. Dalam psikologi fakta yang sedang kita pikirkan, yang sedang kita sedihkan atau telah kita mimpikan.Fakta seperti ini disebut bersifat non-ilmiah atau dapat disebut fakta pribadi. Fakta Pribadi adalah fakta yang tidak dapat diperiksa benar tidaknya. Ilmu yang memperlajari tentang fakta-fakta pribadi ini termasuk ke dalam golongan pengetahuan lunak ( soft science ) sedangkan ilmu yang mempelajari tentang fakta-fakta umum mengenai sesuatu di luar jiwa kita termasuk ke dalam golongan ilmu pengetahuan keras ( hard science ). Sesuatu yang kita cari datanya, dapat diraba, dilihat, dicium, dirasakan, dibau sehingga dapat diperiksa benar tidaknya. Fakta ini terbagi menjadi dua yaitu fakta pribadidan fakta umum. Berlainan dengan fakta pribadi fakta umum adalah fakta yang dapat dibuktikan benar tidaknya oleh orang lain, seperti ukuran, panjang, lebar, kekuatan, warna, dan sebagainya.
3.2.2 Konkret
Dalam ilmu pengetahuan istilah konkret menunjuk sesuatu yang ada eksistensinya di dunia fisik ini yaitu sesuatu yang berada di luar jiwa kita ata batin kita dapat dibuktikan melalui perabaan, atau penglihatan dan mungkin juga pembauan.Jadi konkret menunjuk benda fisik atau objek, baik spesifik bersifat khusus ( khas ) maupun yang bersifat golongan ( banyak benda ). Contoh objek yang bersifat khusus : Universitas Gadjah Mada, Bengawan Solo, dan Pegunungan Himalaya, yang bersifat golongan : rumah, gunung, gedung , sungai, dan universitas.
3.2.3 Abstrak
Dalam ilmu pengetahuan istilah abstrak dan abtraksi itu menunjukkan sesuatu yang tidak nyata adanya di dunia fisik ini. Contoh keadilan, keindahan, kebenaran. Pernyataan : ”Asap gunung Merapi hilang di dalam Atmosfer.” itu benar, tetapi kebenaran itu terutama hanyalah sebagai kualitas pernyataan, jadi kebenarannya konkret. Pernyataan tersebut disebut abtraksi. Asap gunung Merapi ” itu sesuatu yang konkret, dan ” hilangnya asap dalam atmosfer ” itu sesuatu yang abstrak yang hanya ada dalam pikiran dan sebagai sesuatu yang abstrasi tergantung kepada kepekaan dan kekhususan alat pengamatannya dapat diamati. Kemampuan orang membuat abstraksi dan berpikir abstrak tidak dapat diukur.
3.2.4 Pernyataan
Pernyataan adalah permakluman sesuatu hal yang disertai keterangan dan penjelasan secukupnya, sehingga memperhatikan kebenaran fakta yang mendasari pernyataan tersebut, merupakan catatan tabiat dan corak benda-benda konkret yang khas, sehingga pernyataan itu bersifat khas. Tulisan ilmiah tidak memberi informasi tentang benda yang khas atau khusus. Pernyataan umum itu bisa terbatas bisa tidak, namun menyangkut benda-benda yang sifatnya tetap khas. Pernyataan : ” Semua dokter di lingkungan Rukun Warga saya bermobil ” Benda yang khas dalam pernyataan itu ialah dokter dan mobil. Pernyataan : ” Di dunia ini tidak ada benda yang langgeng ”, ” benda ” di sini tidak khas dan menyangkut semua golongan benda konkret. Pernyataan dalam karangan ilmiah umumnya berlaku untuk masa yang lalu dan hari ini. Tetapi untuk masa yang akan datang kita tidak mengetahuinya.
3.2.5 Hukum
Hukum adalah ketentuan, kaidah, atau patokan yang berkenaan dengan peristiwa-peristiwa alam. Walaupun semua hukum itu pernah diuji satu per satu, namun ada kemungkinan, seluruh atau sebagian hukum yang berlaku sekarang ini ternyata salah di kemudian hari.

3.2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan umu yang belum diuji kebenarannya atau suatu pernyataan generalisasi sementara ( tentatif ) atau suatu teori penyamarataan coba-coba, yang dibuat setelah observasi terhadap beberapa fakta khas. Agar menghasilkan teori diperlukan kerja pembuktian. Pernyataan yang berupa generalisasi tentatif disebut hipotesis kerja. Contoh klasik hipotesis kerja ialah : sifat-sifat unsur, pertama kali dikemukakan oleh Democritus, kemudian dimodifikasi oleh Dalton, Avogadro, Thomson, Rutherford, Bohr dan seterusnya. Sejarah hipotesis kerja tentang sifat-sifat unsur tersebut adalah bukti yang menarik suatu contoh hipotesis yang dalam penelitian kemudian dibuang atau diubah selama berlangsungnya penelitian.
3.2.7 Teori
Teori adalah hipotesis yang kaya akan bukti-bukti pendukungnya, yang telah diuji secara mendalam dan diterima secara umum , sehingga menjadi teori yang bulat dan utuh, kalau tidak teori tersebut disebut hanya sebatas teori. Contoh teori evolusi Darwin tentang hubungan filologis antara manusia dan kera yang terkenal belum dikatakan utuh karena tidak ada bukti yang mendukungnya.
3.2.8 Dugaan
Dugaan adalah pernyataan yang berdasarkan pada beberapa fakta atau pengalaman, sehingga sebagai khayalan dan angan-angan. Tidak berdasarkan observasi sistematis dan tidak didukung fakta, sehingga tingkat ilmiahnya tergantung siapa yang menduga.
3.2.9 Opini ( Opinion )
Opini adalah pendapat atau pernyataan umum khas yang berbeda tingkat kebenarannya dan tingkat ilmiahnya satu dari yang lain, sebagian besar adalah dugaan berdasarkan pengalaman dan dipengaruhi oleh emosi, prasngka, dan selera pribadi.Contoh : ”Direktur yang sekarang ini tidak jujur.”
3.2.10 Pertimbangan ( Judgement )
Pertimbangan adalah pendapat ( pernyataan umum ) khas yang dibuat melalui pertimbangan yang berbeda pula tingkat ilmiahnya, karena masih dipengaruhi oleh emosi, prasangka, atau perasaan perorangan. Baik opini dan pertimbangan bukan fakta umum dan tidak dapat dibuktikan benar tidaknya atau tidak didukung bukti ilmiah.
3.2.11 Inference
Kesimpulan dan inference dibuat berdasar segala apa yang sudah diobservasi. Kesimpulan atau konklusi adalah ikhtisar yang ditarik dari hasil observasi fakta-fakta dan yang berupa generalisasi umum. Inference dibuat berdasar pada hasil observasi satu atau beberapa fakta khas sehingga tidak dapat untuk membuat generalisasi umum.
3.2.12 Implikasi
Implikasi adalah pendapat berdasar pengertian atau suatu konklusi ( kesimpulan ) yang ditarik bukan dari fakta, melainkan dari bukti yang tidak langsung diucapkan dengan kata-kata tapi berupa tarikan perhatian untuk menimbulkan pengertian.
3.2.13 Induksi
Induksi adalah proses terbitnya pernyataan-pernyataan umum dan observasi-observasi khas. Contoh : Orang pertama mati, orang kedua mati, orang ketiga mati dan seterusnya. Dari observasi timbullah pernyataan umum : ” Semua orang mati ”.
3.2.14 Deduksi
Deduksi adalah proses pengetrapan pernyataan umum yang telah diketahui atau diduga benar, atau proses pengetrapan induksi. Hasil dan proses deduksi itu juga disebut deduksi. Contoh : Aristoteles itu orang. Diketahui semua orang ini mati. ( induksi ) contoh tersebut menunjukkan bahwa ” Semua orang mati ” ini sebagai pendapat dasar, dan Aristoteles mati sebagai proses kesimpulan.

3.3 DEFINISI
3.3.1 Arti Definisi
Definisi adalah arti suatu kata. Definisi ini diperlukan agar pembaca mengerti dengan jelas, sudut pandangan penulis terhadap problem dan barang apa yang akan dibicarakan.

3.3.2 Metode membuat definisi
Membuat definis untuk suatu maksud dapat dipakai metode-metode berikut ini :
a. Eksplikasi
Dengan menguraikan arti suatu istilah.
b. Analisis
Dengan membagi-bagikan objeknya, jadi semua bagian-bagiannya, kemudian tiap bagian diuraikan.
c. Deskripsi
Dengan menguraikan sifat-sifat fisik benda tersebut atau menguraikan menjadi sejumlah detail dari mana definisi itu dibentuk.
d. Ilustrasi
Dengan melukiskan proses, mekanisme, organisasi dan prosedur dengan bagan dan lukisan.
e. Perbandingan
Dengan membandingkan pengertian benda yang satu dengan yang lain untuk mendapatkan perbedaan ( kontras ) atau kesamaan sesuatu dengan yang biasa dipikirkan.
f. Analogi
Analogi adalah kiasan antara dua hal yaitu perbandingan mengenai kualitasnya, akibatnya, dan efeknya.
g. Eliminasi
Dengan mengatakan apa yang tidak atau membetulkan konsepsi yang salah dengan jalan mengeliminasi paham yang salah akan memperoleh pernyataan yang benar.
h. Deskripsi asal, sebab, dan efek
Dengan mendeskripsikan sebab-sebabnya dan efeknya. Definisi ini biasanya terbentuk setelah bagaimana sesuatu barang atau hal ini terbentuk. Contoh : Listrik adalah daya atau kekuatan, antara lain dinimbulkan karena adanya pergesekan atau dapat terjadi melalui proses kimia.


I Etimologi
Dengan menerangkan arti asli asal kata, awalan dan kata akhirannya. Biasanya ini dipakai pada kata-kata yang berasal dari bahasa Latin dan Grik.

3.4 PETUNJUK PEMBUATAN DEFINISI
3.4.1 Umum
Dalam membuat kerangka mantik definisi tidak memakai asal kata atau kata itu sendiri, gunakanlah istilah-istilah yang lebih dikenal daripada kata yang dicari definisinya, tidak menggunakan sinonim, hindari pemakaian kata yang abstrak atau kata yang kabur, dan tidak terlalu banyak membicarakan tentang istilah yang sedang dicari definisinya.
3.4.2 Deduktif
Prosedur disebut deduktif apabila memulai dengan pernyataan umum, kemudian selanjutnya dibuat pernyataan khusus. Contoh : ’ jembatan ’ adalah sebuah struktur yang dibangun melintas di atas sungai, rel kereta api, jalan raya, dan sebagainya untuk jalan lintas kendaraan atau pejalan kaki.
3.4.3 Induktif
Mulai dari ilustrasi, perbandingan, analogi, atau beberapa metode lainnya dalam metode pengluasan, dan definisi mantik akhir sebagai pernyataan umum dapat diperoleh kemudian. Contoh : ’ Komputer ’ adalah mesin elektronik yang dengan menggunakan instruksi-instruksi dan informasi-informasi tersimpan dapat menyajikan penghitungan dan perhitungan, penyususnan, korelasi, dan seleksi data secara cepat dan sangat kompleks.

3.5 KLASIFIKASI
3.5.1 Pengetian tentang Klasifikasi
Klasifikasi adalah proses penyusunan rangkaian obyek menjadi golongan-golongan untuk memperjelas kesamaan dan perbedaannya.
3.5.2 Macam-macam Klasifikasi
a. Klasifikasi tak terbatas, termasuk semua anggota suatu klas. Contoh otomotif semua otomotif yang tidak tentu tahun pembuatannya.
b. Klasifikasi terbatas, hanya yang termasuk suatu bagian dari suatu klas. Contoh otomotif buatan Jepang tahun 1975.
c. Klasifikasi formal, adalah cara penggolongan yang sistematis. Contoh : rumah berlantai 2, berlantai 3, dan seterusnya ini lebih formal daripada rumah yang menyenangkan, rumah yang menarik, rumah yang kaku.

3.6 ANALISIS DAN LAPORAN ANALISIS
3.6.1 Pengertian tentang Analisis
Analisi adalah proses pemecahan tujuan menjadi unsur-unsur terpisah berdiri sendiri. Berdasarkan pada bahan ( material atau materi ) yang dianalisis, maka pengertian analisis perlu dibedakan menjadi 2 macam yaitu analisis fisis dan analisis mantik. Analisis fisis atau analisis kemis terdiri dari pemecahan material atau bahan ke dalam unsur-unsurnya. Analisis mantik terdiri dari pemecahan idea atau konsep ke dalam unsur-unsur mantik. Dalam analisis mantik bahan yang dianalisis adalah produk ingatan atau angan-angan.
Berdasarkan sifat objek bahan yang dianalisis, maka sifat analisis ada 2 macam yaitu formal ( ilmiah ) dan nonformal ( nonilmiah ). Analisis formal bila teliti, tepat dan lengkap, dicatat hal-hal yang eksak. Analisis nonformal yaitu analisis tentang tabiat atau watak orang tidak dapat diperlakukan secara eksak, sehingga analisis tentang tabiat dan watak orang termasuk analisis nonformal.
3.6.2 Syarat-syarat bagi seorang penganalisis formal.
a. Memiliki pengetahuan bidang yang ditekuni
b. Penuh kejujuran
c. Bebas Prasangka
d. Penilaian yang baik
e. Kesabaran
3.6.3 Organisasi Laporan analisis
Dalam organisasi analisis kita membuat kerangka klasifikasi dan memuat bagian-bagiannya, dan apa yang termasuk dalam bagian-bagian itu. Yang dimaksud dengan laporan analisis ialah berupa susunan kerangka analisis dengan menyajikan bagian-bagiannya, unsur0unsurnya, faktor-faktornya, secara sistematis, tetapi bukan deskripsi bagian-bagian ini. Laporan analisis itu bentuknya seperti sinopsis tetapi bukan sinopsis.
3.7 DIAGNOSIS
Diagnosis adalah proses kombinasi antara klasifikasi dan analisis. Proses diagnosis dalam ilmu kedokteran mungkin tepat dipakai kombinasi antara klasifikasi dan analisis ini. Menentukan sesuatu atau apa yang terjadi dengan pasien dengan belajar dari gejala-gejala yang ada, selanjutnya berdasarkan gejala tersebut ia membuat diagnosis ( tentatif ). Dengan metode mengklasifikasikan gejala-gejala dokter tidak bisa menentukan secara pasti ( meyakinkan ) penyakit pasiennya. Ia memerlukan analisis tentang kondisi pasiennya agar dapat menentukan penyakit sesungguhnya atau untuk mengungkapkan gejala-gejala yang timbul.

3.8 Deskripsi
3.8.1 Bagian-bagian Deskripsi
Tiga bagian deskripsi : Introduksi, deskripsi bagian demi bagian dan kesimpulan. Prinsip yang dipegang dalam deskripsi ialah ’ Pembaca ingin mengetahui tentang apa ’. Mendeskripsi sesuatu itu ialah menceritakan tentang sesuatu sampai bagian-bagiannya dengan maksud semata-mata memberi informasi, atau impresi sesuai yang diinginkan oleh pembaca.
a. Introduksi, memuat penjelasan tentang apakah itu, apakah maksudnya atau gunanya, dan sebagaimana bentuknya.
b. Deskripsi bagian demi bagian, masing-masing bagian disertai introduksi. Deskripsi bagian dari suatu bagian, sehingga dalam angan-angan pembaca terdapat suatu rantai gambaran bagian, subbagian, dan sub-subbagian.
c. Kesimpulan, memuat suatu organisasi deskripsi sehingga fungsi bagian-bagian dalam suatu unit, atau genus benda, atau penelitian.
3.8.2 Macam-macam Deskripsi
a. Deskripsi mekanisme
Tergantung pada maksud deskripsi, yaitu uraian sifat fisik menjadi detail, maka deskripsi itu dapat dibagi menjadi 2 : Impresionisme dan ilmiah.Deskripsi ilmiah tidak memperhatikan impresi yang terbentuk karena emosi. Deskripsi ilmiah ada 2 macam : umum dan spesifik. Deskripsi ilmiah umum membatasi diri pada corak, ciri, tabiat suatu genus, dan bukan anggota genus itu. Deskripsi spesifik berlaku hanya untuk satu jenis ( spesies ) atau bahkan mungkin untuk satu individu jenis itu saja.
b. Deskripsi proses
Deskripsi proses dapat dibagi menjadi 2 ialah :
1. Deskripsi impresionistis, dengan maksud utama untuk memberi informasi dan menjelaskan bagaimana impresi penulis terhadap sesuatu benda yang dideskripsi.
2. Deskripsi ilmiah, dengan maksud semata-mata untuk memberi informasi.
Deskripsi ilmiah terbagi 2 macam : deskripsi ilmiah umum yang memberikan informasi tentang corak, ciri dan tabiat benda suatu genus, dan deskripsi ilmiah spesifik hanya untuk suatu spesies bahkan mungkin hanya satu benda.
Deskripsi proses itu berupa ringkasan uraian proses dengan maksud utma memberi definisi untuk melengkapkan pengertian. Deskripsi ini juga berupa ’ cerita ’ tentang proses berbagai langkah yang dikerjakan yang membentuk bagian-bagian garis besar secara mantik. Deskripsi proses yang impresionistis itu non-ilmiah, sebab kata-katanya menunjuk kepada impresi subyektif dan tidak menunjuk kepada fakta tersebut.
c. Deskripsi organisasi dan kerangka penelitian
Deskripsinya memerlukan pemecahan ke dalam unsur-unsurnya dan selanjutnya uraian secara sistematis.
1. Deskripsi organisasi penelitian
Deskripsi ’organisasi’ penelitian memerlukan pula penguraian bagian-bagiannya dan tanggung jawab masing-masing, kaitannya satu dengan lainnya dan sistem operasinya. Dalam deskripsi ini harus dimaparkan secara jelas, tujuan organisasi, sifat pekerjaan dan lokasinya, jumlah dan kewajiban pengawas, peneliti, dan sistem kerjanya secara kronologis. Deskripsi juga dilampirkan ilustrasi bagian organisasi yang menggambarkan susunan tingkat dari atas ke bawah, dan peta urutan langkah kerja sistem operasinya.
2. Deskripsi kerangka penelitian
Kerangka penelitian yang dideskripsi secara benar dan jelas akan membantu lancarnya penelitian. Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan mendalam tentang sistem operasi bagian-bagian dan penilaian terhadap kualitas dan kuantitas kerjanya.
d. Tujuan deskripsi
Baik yang umum maupun yang spesifik deskripsi ilmiah itu semata-mata untuk memberi informasi. Tujuan deskripsi ilmiah ialah kejelasan. Persyaratan karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut :
1. Susunan dan panjang kalimat bervariasi
2. Menggunakan kalimat bernada lembut
3. Hal-hal penting ditaruh di bagian depan kalimat, disusul hal-hal yang kurang penting.
4. Hal-hal pkok disusun dalam kalimat paralel dan susunannya sesuai dengan kaidah-kaidah susunan kalimat paralel.
Baca Selengkapnya…

Filsafat bahasa

FILSAFAT BAHASA

Filsafat adalah induk dari seluruh ilmu pengetahuan, karena filsafat itulah yang baru muncul baru ilmu-ilmu lain.

Dari segi pengertian ilmu pengetahuan terbagi dua yaitu ilmu dan pengetahuan yang mempunyai pengertian berbeda, yaitu :
Ilmu adalah apabila segala sesuatu yang didapat secara metode-metode ilmiah. Sedangkan, pengetahuan adalah segala sesuatu yang didapat dari pengalaman, bukannya ilmiah. Seperti halnya Bahasa, Matematika, IPA, IPS adalah pengetahuan bukan ilmu.

Ilmu dibagi 3 :
1. Ilmu-ilmu Alam : - Fisika
- Biologi
- Kimia
- Teknik Sipil
Mesin
Elektro
Penerbangan
Kimia
dan lain-lain
2. Ilmu-ilmu Sosial
3. Ilmu-ilmu Humaniora
Maka filsafat adalah mengkaji cara berpikir secara radikal, artinya mengkaji secara menyeluruh, yaitu :
1. Filsafat Objek material
Objek formal – metode
2. Ilmu
3. dan Agama
Dalam mengkaji filsafat harus menggunakan kata-kata apa ?, mengapa ?, dan untuk apa ?

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Oleh karenanya banyak para filsuf berasal dari bangsa Yunani, seperti Aristoteles, Socratis, plato dan lain-lain. Kebanyakan masalah yang timbul dalam pembicaraan filsafat berasal dari kenyataan bahwa para filsuf menggunakan istilah secara menyimpang, berlainan dengan makna yang sebenarnya. Oleh karena itu orang-orang dari kelompok lain berpendapat bahwa bahasa yang dipakai sehari-hari memang kurang kuat, kurang cermat, kurang memenuhi syarat, kurang sesuai sebagai sarana pengantar filsafat. Sehingga bahasa itu samar, tidak lugas, mengandung keraguan, kurang mandiri atau suka tergantung pada konteks dan sering menimbulkan salah paham.
Agar dapat sampai kepada filsafat bahasa, ada beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan. Pertama, tentang informasi linguistik yang akan dipakai dasar untuk memahami ilmu pengetahuan konseptual. Kedua, sumber dari mana informasi itu datang. Ketiga, jenis pembenaran yang harus diterapkan kepada pernyataan-pernyataan linguistik yang menjadi dasar dari dalil-dalil tentang pengetahuan konseptual atau masalah-masalah filsafat. Keempat, bentuk organisasi informasi linguistik. Kelima, cara bagaimana si filusuf bergerak dari bahasa ke filsafat.

Perbedaan dua ahli antara filsuf dan Linguis.
Filsuf :
Tentang sumber darimana informasi teore bahasa universal itu ditarik, dapat dikatakan sebagai berikut. Setiap penutur bahasa yang sehat, sudah dewasa dan sudah menguasai bahasanya secara baik dapatlah dipakai sebagai sumber itu. Para penutur yang dalam keadaan demikian itu biasanya sudah memiliki kompetensi bahasa yang baik. Oleh karena itu, mereka itu sudah dapat dipakai seabagai sumber dari mana keterangan-keterangan bahasa itu dapat ditarik.

Tentang jenis pembenaran kepada pernyataan-pernyataan yang dihasilkan oleh para filsuf bahasa kiranya dapat dikatakan bahwa hal itu sama saja dengan jenis pembenaran yang biasanya dipakai oleh para linguis.
Tentang bentuk, kiranya para filsuf bahasa dapat menggunakan bentuk organisasi-organisasi teori bahasa sebagai pola pengorganisasian dalil-dalil yang dibuatnya.

Akhirnya, tentang bagaimana argumentasi itu sebaiknya diproses, sebaiknya para filsuf bahasa melangkah dari bahasa ke filosofi.


Linguis :
Linguis adalah ilmu kebahasaan mengkaji masalah bahasa sebagai objek, yang dikaji adalah hakikat bahasa.
Pengkajian linguis menyangkut beberapa hal :
1. Bunyi bahasa ( Fonologi )
2. Bentukan kata ( Morfologi )
3. Susunan kalimat ( Sintaksis )
4. Makna denotatif ( Semantik )
5. Makna Konotatif ( Pragmatik )
6. Bahasa dalam masyarakat ( Sosiolinguistik )
7. Perbandingan bahasa ( Linguistik bandingan )
8. dan lain-lain
Dari segi rumpun bahasa, bahasa Jawa satu rumpun dengan bahasanya Bali.
Bahasa Banjar satu rumpun dengan melayu Riau.
Sebagai bukti bahwa bahasa Proto kita adalah dari Austronesia, adalah sebagai berikut :
No. Austronesia Banjar Dayak Mandarin Bugis Jawa
1 apuy api apuy api api geni
2 atey hati atey ate ati ati
3 telu talu telu tallu tellu telu


Bahasa proto itu ditemukan daerah tenggara gunung Bromo, Malang.
Kelemahan-kelemahan bahasa menurut filsuf :
1. Bahasa itu terdapat satu kata yang maknanya lebih dari satu.
2. Adanya kekaburan makna, apalagi didalam ungkapan.
Makna itu ada artinya apabila adanya lingkungan. Oleh karena itu makna itu mengaburkan para filsafat.
Contoh ;
Kalimat Anton menendang bola
Fungsi S P O
Peran Agen Tindakan Penderita
Katagore Nomina Verba Nomina

Peran dalam bahasa itulah yang dipengaruhi filsafat.
Pengetahuan :
Filusuf >>>>>> Orangnya
Filsafat >>>>>> Nama bidangnya
Filosofi >>>>>> Pandangannya
Linguistik >>>>>> Nama bidangnya
Linguis >>>>>> Orangnya
Baca Selengkapnya…

Sosiologi dan Sasra

SOSIOLOGI DAN SASTRA

1.1 Secara singkat dapat dijelaskan bahwa sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat ; telaah tentang lembaga dan proses sosial.

Pertanyaan Daiches ( 1956 : 275 ) apakah sosiologi suatu ilim yang normatif terlalu jauh karena menganggap sosiologi suatu ilmu dan istilah ilmu itu sendiri bukannya sesuatu yang tidak kabur artinya dalam kontek ini.

Setidaknya kita sepakat bahwa penyelidikan yang dilakukan terhadap struktur masyarakat tertentu, dan penyelidikan tentang tindak-tanduk yang timbul dalam masyarakat tersebut telah terbukti memberikan pengetahuan yang bernanfaat kepada kita.

Meskipun sosiologi boleh dianggap bukan suatu ilmu yang normatif tapi ia dapat memberikan pengetahuan yang dapat menimbulkan sikap normatif kalau pengetahuan itu kita olah berdasarkan akal dan kecerdasan kita misalnya seorang yang cerdas akan selalu menyangkutkan hasil penelitian dengan status dan kebutuhan manusia sebagai manusia misalnya saja ia memberikan penafsiran etis terhadap data-data sosiologis tentang beberapa lembaga sosial akibatnya ia bisa memberi penilaian terhadap masing-masing lembaga yang ditelitinya itu yang kriteria penilainya tersebut jelas tidak didasarkan pada sosiologi itu sendiri , namun sosiologi selalu menyediakan data yang segera dapat ditafsirkannya berdasarkan pada ukuran baik-buruk dalam tindak-tanduk manusia.

2.2 Sosiologi sastra dan sastra berbagi masalah yang sama , dengan demikian novel genre utama sastra dalam zaman indutri ini dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia sosial yaitu hubungan manusia dengan keluarganya, lingkungannya, politik, negara dan sebagainya, yang dalam pengertian dokumenter murni jelas tampak bahwa novel berurusan dengan tekstur sosial, ekonomi dan politik yang juga menjadi urusan sosiologi.

Perbedaan yang ada antara sosiologi dan novel adalah bahwa sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan novel menyusup menembus permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya.

Walaupun ada persamaan objek yang digarap namun ada sesuatu yang di dalam novel yang tidak bisa diganti oleh sosiologi oleh karenanya tampaknya keduanya memiliki kemungkinan yang sama untuk terus berkembang dan mungkin untuk bekerja sama.

2.3 Zaman kita ini telah menyaksikan perkembangan pesat sosiologi agama, sosiologi pendidikan , sosiologi politik, sosiologi ideologi , tetapi sosiologi sastra ternyata munculnya sangat terlambat dan harus diakui bahwa sosiologi sastra belum sepenuhnya merupakan suatu himpunan pengetahuan yang mapan karena mungkin kesulitannya terletak pada kenyataan bahwa yang dihadapi sosiologi sastra adalah unikum yang tidak bisa didekati dengan cara yang sangat subjektif.

Karya sastra harus didekati dari segi struktur dalam, metafora, penyusunan citra, ritme, dinamika alur, penokohan dan lain-lain dan mereka yang telah mengembangkan pendekatan tekstual terhadap sastra sama sekali menolak pandangan bahwa hal-hal yang bersifat ekstrinsik dapat membantu kita dalam mengungkapkan karya sastra.

Mereka tidak menghendaki campur tangan sosiologi dalam telaah sastra , sebab sosiologi tidak akan mampu menjelaskan aspek-aspek unik yang terdapat dalam karya sastra walaupun sosiologi dapat memberikan penjelasan yang bermanfaat tentang sastra dan harus diakui bahwa telaah sastra dan telaah sosial memerlukan metode dan orientasi yang berbeda-beda.

Pendekatan sosiologi sastra yang banyak dilakukan saat ini menaruh perhatian yang besar terhadap aspek dokumenter sastra ; landasannya adalah gagasan bahwa sastra merupakan cermin zamannya ( cermin langsung dari pelbagai segi struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas dan lain-lain, sehingga tugas sosiologi sastra adalah menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh hayali dan situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya.

Pendekatan ekstrinsik ini telah mendapat serangan pedas dan bertubi-tubi dari para kritikus sastra antara lain dari Wellek dan Warren ( 1956 : 82 ) dikatakan bahwa biasanya masalah seputar “ sastra dan masyarakat “ bersifat sempit dan eksternal, misalnya para kritikus Marxis yang mereka lakukan sebenarnya bukan kritik sastra melainkan “ penghakiman “ yang didasarkan atas kriteria etis dan politis yang sifatnya nonsastra.

Wellek dan Warren selanjutnya mengatakan bahwa tidaklah jelas pengertiannya apabila dikatakan bahwa sastra mencerminkan atau mengekpresikan kehidupan, walaupun sastrawan mengekpresikan pengalaman dan pahamnya yang menyeluruh tentang kehidupan tetapi jelas keliru kalau ia dianggap mengekpresikan kehidupan selengkap-lengkapnya, dan kita pun mengunakan kriteria evaluatif tertentu apabila beranggapan bahwa sastrawan harus mewakili zamannya dan masyarakatnya.

Keberatan yang diajukan Wellek dan Warren di atas jelas didasarkan pada anggapan dan kesimpulan bahwa pendekatan sosiologi terhadap sastra bersifat sempit – sastra dilihat lewat kaca mata ideologi tertentu dalam hal ini Marxisme yang mereka juga tidak percaya bahwa sastra dapat ditelaah dengan menggunakan “ masyarakat luar “ sebagai ukuran dan sekaligus tujuannya.

Kritikus lain yang melancarkan serangan terhadap campur tangan sosiologi dalam kritik sastra adalah Daiches ( 1956 : 360 – 364 ) pokok pertama yang ditampilkannya adalah hubungan antara data sosiologi dan kritikus sastra misalnya seandainya para ahli sosiologi pada abad kedelapan belas menyediakan data tentang struktur masyarakat Inggris pada saat itu , bagaimana cara seorang kritikus memanfaatkan data tersebut apabila ia ingin menulis esei-esei yang dimuat di majalah Spectator yang sangat terkenal pada abad itu.

Kita dapat menarik kesimpulan bahwa esei-esei itu tinggi nilainya karena telah mampu menjalankan fungsi sosialnya dengan efektif dan jelas dari contoh di atas bahwa jalan memintas dari sosiologi ke sastra tak dapat dibenarkan.

Sebuah analogi dari ilmu kedokteran mungkin dapat lebih menjelaskan masalahnya : bakat luar biasa penyair Inggris John Keats berkembang sewaktu ia menderita penyakit tuberkolosis – sajak-sajak nya buruk ( seperti penyakitnya ) atau tuberkolosisnya yang baik ( seperti sajaknya ).

Daiches beranggapan bahwa pendekatan sosiologi itu pada hakikatnya merupakan pendekatan genetik dengan pertimbangan karya sastra dari segi pandangan asal-usulnya baik yang bersifat sosial maupun individual atau kedua-duanya, ia berpendapat bahwa nilai sosiologi ( yang menjadi penyebab, asal-usul ) tidak dapat dipindahkan ke sastra ( yang menjadi akibat, hasil ) tanpa perubahan apa-apa.

Daiches percaya bahwa ada criteria penilaian karya sastra yang bersumber pada hakikat sastra itu sendiri misalnya hubungan antara nilai meja dengan kondisi pembuatannya.

Kita hanya bisa mengatakan bahwa kejelekan meja itu disebabkan oleh warna, bahan dan bentuknya yang memang buruk sedangkan untuk menentukan keburukan meja itu kita tidak usah keluar dari teori meja, tetapi kita boleh keluar dari teori itu agar dapat menjelaskan mengapa meja bentuknya buruk kalau dihasilkan dengan cara tertentu dalam hal ini produksi secara besar-besaran.

Apabila seorang kritikus meja menganggap sebuah meja buruk setelah ia diberi tahu bahwa meja itu dibuat di bawah kondisi yang tak disukainya , maka jelas bahwa ia tidak menilai meja itu sebagai meja,tetapi sebagai produk sosial.

Sebelum kita menilai sesuatu kita terlebih dahulu harus mengetahui apa yang kita nilai itu sebenarnya , inilah hubungan antara sejarah ( dan sosiologi ) dan sastra, hubungan antara pendekatan genetik dan pendekatan evaluatif adalah apabila langkah pertama yang diambil seorang kritikus adalah mengetahui apa sesusngguhnya karya sastra yang ia hadapi itu, ahli sosiologi dapat membantunya mencarikan jawaban.

2.4 Penjelasan sikap Daiches di atas menunjukkan bahwa ia masih melihat adanya manfaat data sosiologi untuk kritik sastra yaitu sosiologi dapat membantu kritikus terhidar dari kekeliruan tentang hakikat karya sastra yang ditelaah dan kritik sosiologi disini berfungsi deskriptif yang penting untuk mendahului penilaian.

Kritik sosiologi juga dapat mengembangkan pengetahuan kita dengan memberikan keterangan tentang misalnya mengapa kelemahan menjadi cirri khas periode tertentu dan kalau seorang kritikus sastra menganggap suatu karya sastra tertentu bersifat sentimental, seorang sejarawan social dapat menjelaskan seba-sebab sosial sentimental tersebut.

Dalam hubungannya dengan kritik dan sosiologi, Daiches berpendapat bahwa kritik sosiologi paling bermanfaat apabila diterapkan pada prosa dan kurang berhasil kalau diterapkan pada puisi lirik, karena dalam kesusastraan Inggris misalnya novel banyak tergantung kepada apa yang dianggap penting seperti hubungan-hubungan sosial, cinta, perkawinan, pertengkaran, dan pertunjukkan, pencapaian atau pengguguran status sosial dan sebagainya, sedangkan puisi lirik cenderung untuk mengkomunikasikan pandangan perseorangan terhadap kenyataan.

2.5 Tentang hubungan antara sosiologi dan sastra, Swingewood ( 1972 : 15 ) mengetengahkan pandangan yang lebih positif, ia mengingatkan bahwa dalam melakukan analisis sosiologi terhadap karya sastra kritikus harus berhati-hati mengartikan slogan “ sastra adalah cermin masyarakat “ dan slogan itu melupakan pengarang, kesadaran dan tujuannya, ia juga menyadari bahwa sastra diciptakan pengarang dengan menggunakan seperangkat peralatan tertentu.

Sastra karya pengarang besar melukiskan kecemasan, harapan dan aspirasi manusia oleh karena itu barangkali ia merupakan salah satu barometer sosiologis yang paling efektif untuk mengukur tanggapan manusia terhadap kekuatan sosial , dan karena sastra akan selau mencerminkan nilai-nilai dan perasaan social dapat diramalkan bahwa semakin sulit nantinya mengadakan analisis terhadap sastra sebagai cermin masyarakatnya sebab masyarakat semakin menjadi rumit.

Pendekatan sosiologis terhadap sastra dapat dilaksanakan sebaik-baiknya asal si kritikus tidak melupakan dua hal yaitu : (a). peralatan sastra murni yang dipergunakan pengaran besar uantuk menampilkan masa social dalam dunia rekaannya dan (b). pengarang itu sendiri lengkap dengan kesadaran dan tujuannya.


PELOPOR TEORI SOSIAL SASTRA


3.1 Salah satu dokumen yang tertulis yang memuat “ teori “ aoaial sastra adalah karya Plato, seorang filsuf Yunani yang hidup di abad kelima dan keempat sebelum Masehi dalam bukunya yang berjudul Ion dan Republik menyinggung-nyinggung tentang hubungan yang ada antara sastra dan masyarakat yang teorinya tentang paranan sastra dalam masyarakat terutama diungkapkannya dalam Republik Bab II dan X.

Plato menyinggung peranan sastra dalam masyarakat, dalam pembicaraannya itu ia menggunakan kata “ penyair “ untuk “ sastrawan “ sebab pada zaman itu semua bentuk sastra ditulis dalam karya sastra puisi.

Menurut Plato segala sesuatu yang ada di dunia ini sebenarnya hanya merupakan tiruan dari kenyataan tertinggi yang berada di dunia gagasan.

Dalam teori itu disebut-sebut tentang tiga macam “ seniman “ yaitu seniman pengguna, seniman pembuat dan seniman peniru dan dari urutan itu jelas bahwa yang tertinggi nilainya menurut Plato adalah seniman pengguna yang kedua pembuat dan yang ketiga adalah peniru.

Bagian lain karangan Plato menjelaskan tentang pentingnya sastra bagi pendidikan anak, ia beranggapan bahwa cerita-cerita yang beredar di masyarakat harus disensor terlebih dahulu sebelum disampaikan pada anak karena anak itu sebaiknya hanya menerima cerita yang tidak mengandung hal-hal yang mungkin bisa menyesatkannya atau yang hasilnya negatif

Plato berkeyakinan bahwa setiap warga republik yang diidamkannya harus lebih banyak menggunakan pikiran sehatnya dan bukan perasaan dan bagi Plato puisi menyuburkan perasaan dan mengeringkan akal sehat sedangkan penyair adalah makhluk yang tidak memberikan manfaat apa pun pada masyarakat oleh sebab itu puisi dan penyair harus dijauhkan dari masyarakat.

Pandangan Plato tentang peranan sastra dan sastrawan dalam masyarakat didasarkan pada kegunaan praktis saja dan pandangan ini agak aneh karena justru ditampilkan oleh seorang filsuf yang merasa yakin bahwa kenyataan tertinggi berada di dunia ini tetapi di dunia gagasan.

Meskipun teori filsuf ini kemudian dirobohkan oleh beberapa penulis sesudahnya antara lain Aristoteles Plato penting diingat sebagai salah seorang pemula yang menampilkan teori tentang hubungan sastra dan masyarakatnya , dan hurus diakui bahwa beberapa teori modern tentang hubungan sastra dan masyarakat masih ada kaitannya dengan beberapa pandangan dasar yang disodorkan oleh filsuf itu antara lain menyangkut kecurigaan terhadap sastrawan khususnya dan seniman umumnya.

3.2 Para penulis pada waktu itu memperbincangkan pengaruh lingkungan terhadap sastra , salah satu yang menarik pembicaraan mereka itu adalah pendapat bahwa epik cocok untuk suatu macam masyarakat tertentu yakni yang “ masih kasar “ dan tidak begitu sesuai untuk masyarakat yang “ sudah halus “, dan dari pandangan serupa jelas bahwa faktor lingkungan mulai dianggap penting bagi perkembangan sastra, , istilah “lingkungan” disini diartikan sebagai himpunan faktor-faktor fisik terutama cuaca dan geografis ditambah dengan yamg agak kabur pengertinya yaitu “ watak bangsa “ dan “ kebebasan “, bisa juga iklim sebagai faktor utama yang bisa menciptakan perangai bangsa yang kemudian menghasilkan lembaga-lembaga sosial dan politik yang dapat mendorong atau menghalangi perkembangan sastra.

Tulisan-tulisan pada abad itu mengungkapkan pentingnya peran dokumenter sastra dalam hal ini ada pandangan yang dengan tegas menyatakan bahwa lakon adalah potret yang tepat dari tata cara dan tingkah laku orang-orang pada zaman naskah itu ditulis, pandangan inilah menyiratkan bahwa sastra bisa memegang peranan penting dalam penyusunan sejarah sosial dan selanjutnya faktor-faktor geografis mendapat perhatian yang semakin besar dalam hubungan pengaruhnya terhadap perkembangan sastra.

Kritikus penting pertama yang menyusun teori tentang pentingnya pengaruh factor geografis terhadap sastra adalah Johana Gottfried von Herder, ia menulis puisi yang termasuk periode klasik sastra Jerman, gagasan pentingnya adalah penolakkannya terhadap pandangan Kant tentang rasa keindahan yaitu Kant beranggapan bahwa rasa keindahan hanya dapat ditimbulkan oleh suatu penilaian murni tanpa pambrih sebaliknya Herder beranggapan bahwa setiap karya sastra berakar pada suatu lingkungan sosial dan geografis tertentu dan dalam beberapa tulisannya yang lain Herder menggunakan sejarah sebagai acuan untuk menganalisis sastra; lebih jauh lagi dipergunakannya sebagai alat untuk memahami sejarah.

Herder juga sering menyebut-nyebut tentang adanya hubungan sebab musabab antara sastra dengan “ jiwa zaman “ dan “ jiwa bangsa “.
Kritikus lain yang menghubungkan sastra dengan iklim, geografis dan lingkungan sosial adalah Madame de Stael wanita Prancis , ia menulis novel, buku sejarah, dan kritik, bukunya yang banyak mendapat perhatian adalah “ De la Litterature Consideree dans ses Rapports eves les Institutions “ ia membicarakan hubungan yang ada antara sastra dan lembaga-lembaga sosial yang maksud utamanya adalah untuk membicarakan pengaruh agama, adat-istiadat, dan hukum terhadap sastra dalam pengertian sastra adalah segala tulisan yang melibatkan penggunaan pikiran, kecuali ilmu fisika.

Metafisika dan fiksi dihubungkannya dengan berbagai factor terutama iklim, berdasarkan pandangan itu di Eropa terdapat dua macam sastra yaitu Sastra Utara dan Sastra Selatan.

Menurut kritikus wanita ini iklim bukan satu-satunya factor yang mempengaruhi sastra , ia juga menyatakan bahwa sifat-sifat bangsa penting sekali perannya dalam perkembangan sastra di suatu daerah, menurutnya bentuk novel hanya bisa berkembang di dalam masyarakat yang memberikan status cukup tinggi kepada wanita dan yang menaruh perhatian besar terhadap kehidupan pribadi.

Meskipun dilakukan dengan cara sederhana dan tidak begitu sistematis langkah penting ke arah penelaahan sosial sastra telah dimulai, pengungkapannya tentang peran pembaca wanita dan kaum kelas menengah dalam perkembangan novel menunjukkan bahwa pandangan Madame de Stael benar-benar bersifat sosial.

Dalam pandangan selanjutnya pendekatan sosiologi terhadap sastra terbagi menjadi dua jalur utama yang pertama adalah pandangan yang kemudia dikenal sebagai positivisme yaitu usaha untuk mencari hubungan antara sastra dan beberapa factor seperti iklim, geografis dan ras, pandangan ini menyatakan bahwa tidak ada ukuran mutlak dalam penilaian sastra , penilaian artistic sepenuhnya tergantung pada waktu, tempat dan fungsinya.

Jalur kedua menolak sikap empiris ini dalam pendangan ini sastra bukanlah sekedar pencerminan masyarakatnya tetapi sastra merupakan usaha manusia untuk menemukan makna dunia yang semakin kosong dari nilai-nilai sebagai akibat adanya pembagian kerja, pandanga ini menomorsatukan nilai aspek-aspek lain dalam penelaahan sastra , sosiologi sastra terutama berupa penelaahan nilai-nilai yang harus dihayati oleh orang-orang dan masyarakat.

3.3 Orang yang dianggap sebagai peletak dasar-dasar mazbah genetic dalam kritik sastra adalah Hippolyte Taine filsuf dari, sejarawan, politisi dan kritikus Prancis, yang dianggap sebagai pemuka aliran naturalisme Prancis telah berhasil tampil sebagai kritikus yang sangat cemerlang pada masanya dan salah satu bukunya adalah “ Histoire de Ia Litterature Anglaise ( 1865 ) yang merupakan telaah sosiologi tentang sastra Inggris, menjadikannya seorang tokoh yang sangat terhormat di dunia Internasional.

Disamping beberapa kekurangan yang ada Taine mencoba mengembangkan suatu wawasan yang sepenuhnya ilmiah yang menganggap sastra dan seni dapat diselidiki dengan metode-metode seperti yang digunakan di dalam ilmu alam dan pasti, baginya sastra bukanlah sekedar permainan imajinasi yang pribadi sifatnya, tetapi merupakan rekaman tata cara zamannya suatu perwujudan macam pikiran tertentu.

Jelas bahwa sosiologi sastra yang berdasarkan pada positivisme semacam itu yakni yang menganggap sastra sebagai cermin , sebagai dokumen harus siap untuk membicarakan segala macam sastra yang buruk, yang baik yang apapun macamnya.

Taine bukanlah penganut positivisme murni seperti halnya kebanyak ahli sosiologi sastra ia berpendapat bahwa sastra hanya bisa dianggap sebagai dokumen apabila ia merupakan monumen, dan hanya pujanggalah yang sungguh-sungguh besar saja yang mampu “ menggambarkan “ zamannya sepenuh-penuhnya.

Taine kemudian menentukan sebab-sebab yang menjadi latar belakang timbulnya sastra besar, ia mengajukan tiga konsep ras, saat dan lingkungan ( milieu ) dan hubungan timbale balik antara ras, saat dan lingkungan inilah yang menghasilkan struktur mental yang praktis dan spekulatif.

Taine memberi batasan tentang ras dari segi cirri turun-temurun seperti perangai, bentuk tubuh dan lain-lain dan konsep kedua adalah saat Taine menyodorkan batasa dengan berbagai cara yang sering muncul dalam tulisannya adalah bahwa saat tak ada bedanya dengan jiwa zama dalam pengertian ini saat dapat berarti periode yang memiliki suatu gambaran khusus tentang manusia dan bisa juga diartikan tradisi sastra yakni pengaruh atas sastra pada zaman sesudahnya.

Taine ternya lebih tertarik untuk membicarakan konsep ketiga yaitu lingkungan, teori lingkungan ini mencoba memberikan penjelasan tentang asal-usul sastra oleh karena Taine disebut-sebut sebagai bapak kritik sastra genetik.

Bagian tulisan Taine yang paling berharga untuk perkembangan sosiologi sastra adalah pandangannya tentang masyarakat pembaca dikatakannya bahwa sastra selau menyesuaikan diri dengan cita rasa masyarakat pembacnya sebagai contoh diambilnya dua orang penyair Eropa yang pertama Alfred Tennyson penyair Inggris dan Alfred de Nusset penyair Prancis.

Taine ternyata berpandangan bahwa meskipun faktor-faktor luar memang menentukan karya sastra, yang lebih menentukan lagi adalah faktor kejiwaan, pandangan inilah yang juga mengokohkannya sebagai bapak aliran genetik dalam kritik sastra yakni yang mencoba mengungkapkan asal-usul karya sastra berdasarkan keadaan kejiwaan si pengarang.

Pandangannya yang terakhir itu bertemu dengan pandangannya yang telah dijelaskan terdahulu tentang karya sastra besar sebagai dokumen ia menghadapi dilema yaitu kontradisi untuk menerapkan teori materialisnya pada keinginannya untuk menghargai otonomi jiwa kreatif sehingga ia memilih hanya karya-karya utama saja sebagai bahan analisnya.

Wellek dan Warren ( 1956 : 92 ) mengatakan bahwa tanpa mengetahui metode artistik yang dipergunakan oleh pengarang dalam teks kita akan bisa membuat kesimpulan yang keliru tentang kenyataan sosial yang ada sebelum menerapkan anggapan tentang “ sastra sebagai cermin masyarakat “ , kita harus terlebih dahulu mengetahui apakah karya itu realistis atau karikatural atau romantis atau satiri, jadi yang pertama dan utama harus kita lakukan adalah memahami metode artistik tersebut.

Taine mengatakan bahwa lingkungan terutama menentukan karya sastra, kenyataan ini membuktikan bahwa meskipun selama waktu antara abad Pertengahan dan zaman kebangkitan kapitalisme tidak terjadi perubahan teknologi yang radikal, kehidupan kebudayaan terutama sastra mengalami perubahan-perubahan yang paling dasar dan kenyataan lain sastra tidak selamanya tangkas dalam menyadari adanya perubahan teknologi.

Taine telah mengembangkan suatu teori social sastra tetapi ia tidak berhasil menciptakan metode yang sistematis untuk menerapkannya, namun para penulis yang hidup dalam abad sesudahnya mencoba untuk memanfaatkan beberapa pokok pikirannya dianyaranya dengan memberi batasan yang lebih tegas kepada pengertian lingkungan yaitu sebagai faktor-faktor ekonomi dan kelas sosial.
Baca Selengkapnya…

Perpustakaan Sekolah

PENGADAAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH

A. Pengertian Perpustakaan Sekolah
Secara etimologis, perpustakaan berasal dari kata “ Pustaka,” yang berarti buku. Buku atau kitab adalah rangkaian tulisan berisi buah pikiran manusia yang sekaligus merupakan cermin budaya bangsa yang mengungkapkan rasa, cipta , dan karsa guna dibaca orang lain. Sementara perpustakaan mengandung arti kumpulan buku – buku yang disusun, ditata secara rapi, teratur menurut sistem tertentu, berdasarkan disiplin ilmu yaitu ilmu perpustakaan ( Koswara, 1998 : 1 ).
Memahami perpustakaan secara umum merupakan dasar memahami perpustakaan sekolah. Perpustakaan sekolah merupakan bagian dari perpustakaan secara umum. Perpustakaan bukanlah hal yang baru di kalangan masyarakat, di mana-mana telah diselenggarakan perpustakaan, seperti di sekolah-sekolah, baik sekolah umum maupun sekolah kejuruan, baik sekolah dasar maupun sekolah menengah.
Banyak orang yang membuat definisi yang salah terhadap perpustakaan. Penyebab kesalahan itu karena mereka membuat definisi perpustakaan itu berpatokan dengan arti perpustakan secara etimologi. Mereka berasumsi bahwa perpustakaan itu adalah buku-buku, sehingga setiap tumpukan buku pada suatu tempat tertentu selalu diidentikan dengan perpustakaan. Padahal tidak semua tumpukan buku dapat dikatakan perpustakaan. Memang salah satu ciri perpustakaan adalah adanya bahan pustaka atau sering disebut koleksi pustaka. Tetapi masih ada ciri pokok perpustakaan yang lebih mengarah kearti perpustakaan yang sebenarnya. Ciri pokok perpustakaan adalah :
1. merupakan suatu unit kerja dari suatu badan atau lembaga tertentu.
2. mengelola sejumlah bahan pustaka. Pustaka di sini bukan hanya buku-buku tetapi juga bukan buku ( non book material ) seperti majalah, surat kabar, brosur, micro film, peta, globe, gambar-gambar dan lain-lain sesuai keperluan pemakainya, disusun, disimpan rapi dan ddikelola secara baik menurut aturan tertentu seperti diinventarisasi, diklasifikasi, dibua kartu katalog, dilengkapi lidah buku, label buku, kantong buku, kartu buku, dan sebagainya.
3. digunakan oleh anggota/pemakainya sesuai dengan unit kerjanya. Misal kalau sekolah digunakan oleh siswa, guru dan karyawan sekolah lainnya.
4. sebagai sumber informasi bagi semua pemakainya. Dengan kata lain tumpukan buku yang dikelola dengan baik dan dapat memberikan informasi kepada yang memerlukan.
Berdasarkan ciri pokok tersebut maka definisi perpustakaan adalah sebagai berikut :
Perpustakaan adalah suatu unit kerja dari suatu badan atau lembaga tertentu yang mengelola bahan-bahan pustaka, baik berupa buku maupun bukan buku yang diatur secara sistematis menurut aturan tertentu sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi setiap pemakainya.
Menurut Supriyadi, perpustakaan sekolah adalah ” perpustakaan yang diselenggarakan di sekolah guna menunjang program belajar mengajar di lembaga pendidikan formal tingkat sekolah baik dasar maupun sekolah menengah, baik sekolah umum maupun sekolah Lanjutan ”. ( Supriyadi, 1982 ; 1 ).
Menurut CARTER V. GOOD definisi perpustakaan sekolah adalah perpustakaan sekolah merupakan koleksi yang diorganisasi di dalam suatu ruang agar dapat digunakan oleh murid-murid dan guru-guru, yang penyelenggaraannya diperlukan seorang pustakawan yang diambil dari seorang guru Ia menjelaskan sebagai berikut :
“ An organized collection of housed in a school for the use of pupils and teachers and in charge of librarian of a teacher.” ( Carter V. Good, 1945 ; 241 )
Untuk mengelola perpustakaan sekolah sebainya ditunjuk seorang guru yang dianggap mampu mengelola perpustakaan sekolah, alasannya adalah akan mudah menginegrasikan penyelenggaraan perpustakaan dengan proses belajar mengajar.
Menurut Satuan Tugas Koordinasi Pembinaan Perpustakaan Sekolah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, perpustakaan sekolah adalah “ koleksi pustaka yang diatur menurut system tertentu dalam suatu ruang, merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar dan membantu mengembangkan minat bakat murid.” ( SATGAS KPPS, 1982 ; 1 ). Sedangkan Ibrahim Bafadal dalam bukunya Pengelolaan perpustakaan sekolah, perpustakaan sekolah merupakan suatu unit kerja dari satu badan atau lembaga tertentu yang mengolah bahan-bahan pustaka, baik berupa buku-buku maupun bukan yang diatur sistematis menurut aturan tertentu sehingga dapat dipergunakan sebagai sumber informasi oleh setiap pemakainya.
Dengan demikian pengertian perpuastakaan sekolah adalah suatu unit kerja yang mengkoleksi bahan-bahan pustaka yang berisi berbagai sumber informasi yang berupa buku – buku ilmu pengetahuan atau yang lainnya sebagai sumber belajar warga sekolah yang disusun rapi, ditata rapi, teratur menurut sistem tertentu, yang dikelola oleh suatu badan penyelenggara pendidikan atau lembaga pemerintah maupun sekolah, yang ada dilingkungan sekolah, guna mendukung aktivitas dan tercapainya tujuan pendidikan secara optimal.
Perpustakaan sekolah bisa juga diartikan sebagai :
1. Kumpulan berbagai macam buku ilmu pengetahuan sebagai sumber belajar bagi semua warga sekolah.
2. Tempat warga sekolah mencari berbagai macam informasi untuk melengkapi, memperjelas, untuk mengingatkan kembali, memperkaya ilmu pengetahun dan wawasannya.
3. Merupakan salah satu bentuk komponen penting yang mutlak ada di sekolah sebagai penunjang pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Yang dimaksud dengan warga sekolah disini adalah siswa, guru, staf / karyawan sekolah yang lain.
Berdasarkan beberapa uraian tersebut, maka definisi perpustakaan sekolah adalah unit kerja suatu sekolah yang mengelola kumpulan bahan pustaka, baik yang berupa buku-buku maupun bukan buku yang diatur secara sistematis menurut sistem tertentu di dalam suatu ruang sehingga dapat digunakan oleh murid, guru dan karyawan sekolah lainnya dalam proses belajar mengajar.

B. Dasar hukum pengadaan perpustakaan sekolah
1. Penjelasan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional RI Nomor 2 tahun 1989 pasal 35 yang mengharuskan setiap satuan pendidikan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat untuk menyediakan sumber belajar yang paling penting adalah perpustakaan.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional ( Sisdiknas ) pasal 45, ayat 1 disebutkan bahwa setiap pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan .
3. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar pasal 9 ayat 1 menegaskan ” Pengadaan, pendayagunaan, dan pengembangan tenaga kependidikan, kurikulum, buku pelajaran, dan sarana pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah tanggung jawab menteri.”
4. Surat Keputusan Direktur Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Nomor 069a/C2/SK/2006 tanggal 27 Januari 2006 tentang Pengadaan sarana sekolah dan perpustakaan.
5. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional, tanggal 21 Juli 2004 pasal 10 ayat 2 dan 3 tentang pengadaan buku perpustakaan sekolah bisa dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat membantu pengadaan buku pelajaran kepada satuan pendidikan dalam bentuk hibah uang / subsidi.

C.Fungsi dan tugas perpustakaan sekolah
Semua perpustakaan di seluruh dunia mengumpulkan buku, majalah, dokumen negara dan lain-lain. Beberapa perpustakaan juga mengumpulkan hasil karya seni lukis. Perpustakaan itu merupakan tempat utama untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang didokumentasikan dan merupakan sumber informasi. Perpustakaan itu berfungsi untuk menyediakan bahan perpustakaan untuk memperkaya kurikulum dan ilmu, menyediakan bacaan waktu senggang, dan melatih serta menanamkan ’library habit’ kepada para pembaca dan anggota masyarakat umumnya. Ditinjau secara umum perpustakaan sekolah sebagai pusat belajar. Apabila dilihat dari tujuan siswa mengunjungi perpustakaan adalah ada yang bertujuan belajar, ada yang memperoleh informasi, bahkan ada yang bertujuan hanya sekedar untuk mengisi waktu luang atau sifatnya rekreasi. Berikut ini dijelaskan beberapa fungsi perpustakaan sekolah :
1. Fungsi edukatif.
Adanya berbagai macam buku baik yang pengadaannya sesuai kurikulum sekolah tersebut dapat menunjang penyelenggaraan pendidikan di sekolah maupun yang tidak sesuai kurikulum di perpustakaan sekolah dapat meningkatkan minat baca anak hingga sampai penguasaan teknik membaca, dan dapat membiasakan anak hidup mandiri.
2. Tujuan informatif.
Sudah jelas perpustakaan menyediakan bahan pustaka sebagai sumber infomasi. Kalau perpustakaan yang sudah maju tidak hanya menyediakan buku sebagai sumber informasi, tetapi juga menyediakan bahan lain.
3. Tujuan tanggung jawab administrasi
Fungsi ini tampak pada kegiatan sehari-hari pustakawan dan peminjam yang berkaitan dengan pengadministrasian.
4. Fungsi riset.
Bagi siswa yang melakukan penelitian, ia mengumpulkan data/keterangan dari perpustakaan.Dengan kata lain mereka bisa melakukan riset literatur atau yang dikenal dengan sebutan ” Library research ”.
5. Fungsi rekreatif.
Secara fisik mengunjungi perpustakaan, tetapi secara psikologis seseorang rekreasi di perpustakaan. Dengan membaca buku yang isinya indah akan berpengaruh terhadap kejiwaan seseorang.
Dalam buku Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Agama Islam Tingkat Atas, secara umum perpustakaan sekolah berfungsi sebagai :
1. sebagai pusat ilmu pengetahuan
2. sebagai pusat informasi
3. sebagai saran belajar mengajar
4. sebagai pusat penelitian
5. sebagai tempat rekreasi
6. sebagai sumber inspirasi
Kalau kita perhatikan secara khusus, sebagai salah satu komponen pendidikan yang ikut menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan nasional kita, perpustakaan sekolah berfungsi sebagai :
1. sumber ilmu pengetahuan bagi guru, siswa dan karyawan sekolah lainnya yang diperlukan.
2. salah satu sarana penunjang bagi kelancaran pelaksanaan pendidikan.
Karena fungsi perpustakaan sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan, perpustakaan sekolah diharapkan dapat membantu murid-murid dan guru dalam menyelesaikan tugasnya masing-masing dalam proses belajar mengajar. Oleh sebab itu bahan-bahan pustaka harus mampu menunjang kegiatan proses belajar mengajar. Bahan pustakan yang dapat menunjang proses belajar mengajar itu dalam pengadaannya, hendaknya mempertimbangkn beberapa hal seperti kurikulum sekolah tersebut, minat para pembaca, dan lain-lain, sehingga akan lebih bermanfaat. Indikasi manfaat tersebut tidak hanya dilihat dari tingginya nilai prestasi anak, tetapi lebih jauh lagi antara lain anak mampu mencari, menemukan, menyaring, menilai informasi, terbiasa belajar, terlatih mandiri dan bertanggung jawab, selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempercepat penguasaan bahan, membantu perkembangan kecakapan berbahasa, membantu kecakapan bertindak dan berfikir dalam menghadapi masalah, dan sebagainya.
Dengan demikian perpustakaan sekolah bertugas menyediakan semua fasilitas yang diperlukan oleh siswa, guru dan karyawan sekolah ( pemakainya ) dan menugaskan pustakawan mengelolanya sesuai dengan aturan dan mekanisme yang telah ditentukan secara sistematis.
Ditinjau dari fungsi, tugas, dan pemakainya, secara garis besar perpustakaan itu ada lima macam yaitu Perpustakaan Nsional, Perpustakaan Umum, Perpustakaan Khusus, Perpustakaan Perguruan Tinggi, dan Perpustakaan Sekolah.

D. Tujuan pengadaan perpustakaan sekolah.
Perpustakaan sekolah akan berfungsi sebagai sumber belajar dan sumber informasi apabila di dalamnya tersedia banyak bahan pustaka. Sepandai apapun seseorang tetap memiliki pengetahuan dan kemampuan yang terbatas. pengetahuan yang telah dimiliki sering terlupakan. Untuk itu perlu perpustakaan sebagai sumber ilmu pengetahuan untuk siswa, guru, dan karyawan sekolah lainnya. Makin banyak buku di perpustakaan sekolah, makin lengkap pula sumber ilmu pengetahuan yang diperlukan.
Dengan membaca buku-buku perpustakaan siswa dapat melengkapi atau memperjelas bahan pelajaran yang diterimanya di kelas, memperkaya ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan, meningkatkan minatnya untuk belajar sungguh-sungguh. Dengan membaca buku-buku perpustakaan guru bisa memperkaya diri dengan berbagai ilmu pengetahuan, menyiapkan dan memantapkan diri dengan bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan, lebih percaya diri melaksanakan kegiatan belajar mengajar sehingga kualitas prestasi belajar siswa bisa meningkat..
Mengingat perpustakaan sekolah sebagai sarana yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap sekolah yang secara langsung mempengaruhi dan mendukung aktivitas , proses pembelajaran dan pencapaian hasil belajar yang optimal di sekolah, maka pengadaan perpustakaan sekolah sangat diharapkan. Pengadaan perpustakaan sekolah bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan sekolah akan berbagai informasi, baik itu berupa ilmu pengetahuan, pedoman/petunjuk, yang mendukung kelancaran proses pembelajaran.
2. Memperbaharui bahan yang ada, sehingga sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan program pendidikan yang dilaksanakan
3. Melengkapi dan menambah koleksi perpustakaan

E. Mekanisme pengadaan perpustakaan sekolah
Untuk memiliki perpustakaan yang memadai bahkan yang lengkap bukanlah suatu hal yang mudah. Hal itu karena pengadaan perpustakaan sekolah ini hendaknya memperhatikan beberapa faktor yang menjadi acuan pertimbangan antara lain : ketersediaan dana, kemudahan pengadaan, keefektifan dan keefisienan. Dengan memperhatikan faktor tersebut, maka pihak sekolah tidak mungkin memiliki perpustakaan yang memadai tanpa bekerja sama dengan pemerintah, instansi-instansi lain / pihak- pihak lain.
Mekanisme pengadaan perpustakaan sekolah melalui dua tahap yaitu tahap perencanaan dan tahap pengadaan.

a. Tahap perencanaan
Gagasan untuk merintis pengadaan perpustakaan sekolah ini, harus muncul dari pihak sekolah, yaitu Kepala Sekolah, guru-guru dan karyawan sekolah lainnya. Dalam tahap perencanaan, pihak sekolah melakukan pendataan kebutuhan, karena merekalah yang mengetahui situasi dan kondisi sekolah, seperti ketersedian prasarana berupa gedung / ruang, jumlah koleksi buku yang dimiliki, perlengkapan-perlengkapan yang tersedia dan menunjang penyelenggaran perpustakaan sekolah. Kegiatan pendataan ini melibat guru, pengelola perpustakaan, dan orang tua murid ( Komite sekolah ). Gagasan itu dirapatkan dengan seluruh staf sekolah dan Komite. Seandainya disetujui, maka pada rapat tersebut langsung saja disusun rangcangan pengadaan perpustakaan sekolah untuk dilaporkan atau diusulkan kepada instansi atasan yang bersangkutan.

Rancangan tersebut harus mencakup hal-hal sebagai berikut :
- Latar belakang pendirian perpustakaan sekolah.
- Tujuan pendirian
- Rencana personalia.
- Struktur organisasi.
- Cara pencarian dana pengadaan dan pembinaan perpustakaan.
- Modal yang sudah tersedia untuk pengadaan sarana prasara dan bahan-bahan pustaka, dan lain-lain.
Selanjutnya Susunan Rencana pengadaan perpustakaan tersebut dilaporkan atau diajukan oleh Kepala Sekolah kepada instansi yang berwewenang. Untuk sekolah-sekolah negeri dilaporkan kepada Kepala Kandep/Bidang/Kanwil. Sedangkan untuk sekolah swasta yang penyelenggaraannya di bawah tanggung jawab yayasan atau lembaga tertentu minimal dilaporkan kepada yayasan atau lembaga tertentu yang bersabersangkutan. Saat melapor hendaknya Kepala Sekolah didampingi oleh seorang guru, dan jangan lupa minta saran-saran, bimbingan, atau bantuan instansi yang bersangkutan. Usahakan rancangan disetujui sehingga rancangan dapat segera dilaksanakan. Bila susunan rancangan tersebut disetujui maka Kepala Sekolah kembali mengadakan rapat sebagai tindak lanjut dari rencana tersebut. Pihak-pihak yang perlu diundang adalah :
- Kepala Kandep/Bidang/Kanwil Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
- Ketua yayasan atau lembaga tertentu apabila sekolah tersebut di bawah tanggung jawab yayasan atau lembaga tersebut.
- Anggota BP3 atau Komite Sekolah sebagai wakil dari orang tua murid.
- Pemuka masyarakat dan agama antara lain Kepala Desa, Camat, Unsur Muspika, Ustad, Pimpinan Pesantren danlain-lain.
- Para guru dan staf sekolah.
- Ketua Osis atau ketua kelas masing-masing sebagai wakil dari murid.
Tujuan utama rapat ini adalah untuk memperoleh dukungan mereka baik spritual maupun material. Apabila rancangan tersebut mendapat tanggapan positif dan disetujui maka pada rapat tersebut langsung dibentuk Panitia Pengadaan Perpustakaan. Pembentukan Panitia perpustakaan diserahkan semua kepada peserta rapat. Usahakan pembentukan panitia itu berjalan lancar, sehingga rencana mendapat dukungan yang maksimal. Susunan dan keanggotan panitia di ambil dari berbagai kalangan.
Data yang terkumpul disusun berupa bentuk usulan tertulis / proposal. Selanjutnya pihak sekolah ( unit sekolah ) berkoordinasi dengan Unit tingkat kecamatan (Cabang Dinas Kecamatan ) dengan mengajukan usulan tertulis / proposal tadi, Unit tingkat kecamatan (Cabang Dinas Kecamatan ) melanjutkan usulan tersebut unit tingkat kabupaten/kota ( dinas pendidikan kabupaten/kota ) selanjutnya unit tingkat kabupaten/kota melanjutkannya ke unit tingkat provinsi ( dinas pendidikan provinsi ).
Dinas Pendidikan provinsi memeriksa usulan dan kalau dianggap perlu satu orang atau lebih dari pihak mereka melakukan observasi ke sekolah. Usulan kebutuhan bisa diedit, disesuaikan dengan dana yang disediakan pemerintah pada angaran pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Bila usulan tersebut dianggap layak maka baru diberikan dana bantuan / subsidi untuk pengadaan perpustakaan yang dimaksud.

b. Tahap pengadaan.
Pada tahap ini adalah lanjutan dari tahap perencanaan. Sesuai dengan perencanaan di sini yang berperan penting adalah kerja sama yang solit dari panitia dan pihak sekolah.
Menurut Sulistiyo Basuki dalam bukunya Periodesasi perpustakaan sekolah Indonesia, diperlukan adanya sarana perpustakaan yang lengkap dan ditunjang dengan fasilitas yang memadai seperti ruang perpustakaan, ruang baca, koleksi buku-buku referensi siswa dalam memenuhi kebutuhan pendidikan , yang diharapkan mampu membangkitkan para siswa untuk lebih giat belajar dan cenderung diperpustakaan sekolahlah mereka menyelesaikan tugas yang diberikan guru kepada mereka maupun keinginan mereka menambah ilmu pengetahuannya melalui membaca di perpustakaan.
Panitia Pengadaan Perpustakaan ini yang bertugas untuk : mengusahakan pengadaan sarana prasana perpustakaan, merencanakan pengadaan dan pengaturan bahan-bahan pustaka, dan menunjuk personalia / pengelola. Pada tahap ini ia harus menjalankan tugasnya tersebut sebaik-baiknya.

1. Mengusahakan sarana dan prasarana perpustakaan.
Sarana di sini adalah semacam gedung atau ruang yang dapat digunakan untuk menyelenggarakan perpustaan. Pengadaan gedung atau ruang ini bisa dengan dua cara yaitu pertama dengan membangun gedung baru melalui rententan proses tertentu, kedua dengan cara memanfaatkan ruang khusus yang kosong kalau ada, kalau tidak ada dengan membagi salah satu ruang kelas atau kantor sebagai ruang perpustakaan. Sedangkan prasarana berarti perlengkapan dan alat yang memenuhi syarat baik kualitas maupun kuantitasnya untuk keperlulan menyelenggarakan perpustakaan sekolah tersebut.Misalnya meja dan kursinya masih baik dan apakah jumlahnya sesuai dengan jumlah pengunjung. Alat di sini ada dua yaitu alat yang habis pakai seperti spidol, kertas, lem dan lain-lain. Sedangkan alat yang tidak habis pakai seperti gunting, sarbet, sapu ember dan lain-lain.

2. Mengusahakan pengadaan dan pengaturan bahan-bahan pustaka.
Pengadaan bahan-bahan pustaka ini perlu disesuaikan dengan ketersediaan dana sekolah. Apabila dana yang tersedia sedikit maka perencanaan ini disusun berdasarkan prioritas kebutuhan. Pengadaan bahan-bahan pustaka perpustakaan sekolah dapat menggunakan berbagai cara seperti mengumpulkan bahan-bahan pustaka baik yang berupa buku maupun bukan buku yang sekolah miliki, membeli, meminta sumbangan, pinjaman, tukar menukar, hibah, dan terbitan sendiri. Selain cara tersebut bisa juga dengan cara mempotocopy/mengutif, dan membuat kliping.
1. Mengumpulkan bahan-bahan pustaka baik yang berupa buku maupun bukan buku yang sekolah miliki
Kegiatan ini bisa dilakukan oleh pustakawan dibantu oleh murid, guru-guru, karyawan sekolah atau oleh anggota panitia pengadaan perpustakaan sekolah.
2. Membeli.
Pihak sekolah, membeli langsung atau memesan ke penerbit, toko buku / agen bahan apa yang diperlukan.
3. Meminta sumbangan.
Panitia bersama sekolah meminta sumbangan dari pemuka masyarakat, penerbit, toko buku / agen, pengusaha, yayasan.
4. Pinjaman.
Pihak sekolah bisa meminjam dari perpustakaan lain apa yang diperlukan.
5. Tukar menukar.
Pihak sekolah bisa bekerja sama dengan perpustakaan lain dengan cara melakukan tukar menukar bahan yang diperlukan.
6. Hibah
Sekolah biasanya sering menerima hibah dari toko/agen buku, yayasan atau dari lapisan masyarakat. Walaupun sekolah boleh menerima hibah ini, tetapi biasanya bahan-bahan hibah ini sering tidak sesuai dengan keperluan.
7. Terbitan sendiri.
Sekolah bisa mengumpulkan bahan dari hasil buatan warga sekolahnya sendiri sebagai bahan pelengkap perpustakaan misalnya karya tulis guru dan siswa baik yang berupa makalah, majalah dan lain-lain yang diterbitkan oleh sekolah itu sendiri.
Selain dari cara tersebut bisa dengan cara :
1. Memotocopy yaitu bahan yang tidak dimiliki bila ada di perpustakaan lain bisa dipotocopy. Cara ini bisa dilakukan apabila perpustakaan itu berada di daerah kota. Tetapi bagi perpustakaan yang berada di daerah yang tidak ada potocopy
2. Mengutif, cara ini dilakukan bila di daerah tersebut tidak ada potocopy. Guru/pustakawan mengutit bahan dengan cara tulis tangan
3. Membuat kliping, cara ini dilakukan dengan menggunting artikel-artikel, berita-berita dan lain-lain lalu ditempelkan pada kertas buku atau bahan lain lalu dijilid jadi satu.
4. Membuat sendiri.
Bahan pustaka yang ada drapikan, diberi stempel sekolah dan stempel inventaris. Selanjutnya semua bahan diinventarisasi sesuai prosedur inventaris, diklasifikasi sesuai sistem yang berlaku, dikatalog, dilengkapi dengan kantong buku, kartu buku, slip tanggal, call number, disusun rapi di rak buku atau lemari buku.

3. Menunjuk tenaga pengelola / pustakawan.
Untuk tiap tingkatan sekolah tenaga pengelola ini berbeda, misalnya tingkat SD lebih sedikit petugasnya daripada tingkat SMU.
Tenaga pengelola perpustakaan terdiri dari :
- Kepala perpustakaan/guru puatakawan
- Petugas perpustakaan sekolah seperti petugas pelayanan teknis, pelayanan membaca, dan tata usaha.

4. Pembuatan tata tertib perpustakaan.
Pembuatan tata tertib ini sangat penting dalam usaha penyelenggaraan, pembinaan dan pengembangan perpustakaan sekolah itu sendiri. Pembuatan tata tertib ini hendaknya melibatkan anggota panitia perpustakaan sama dengan saat penunjukkan pengelola perpustakaan. Hal-hal yang perlu dicantum dalam tata tertib tersebut adalah :
- sifat dan status perpustakaan
- keanggotaan perpustakaan
- bahan-bahan pustaka baik yang boleh dibawa pulang maupun yang boleh dibaca ditempat itu saja.
- Sanksi-sanksi bagi pengunjung yang melanggar tata tertib
- Iuran anggota
- Waktu layanan/jam buku
- sistem penyelenggaraan
- lamanya setiap kali pinjaman dan lain-lain.
Baca Selengkapnya…

Morfologi

MORFOLOGI : MORFEMMIS SEGMENTAN : AFIKSASI DAN KLITISASI


1. Pengantar
Diantara proses-proses morfemis yang terpenting adalah afiksasi, yaitu pengimbuhan afiks.
Afiks ada empat macam :
a. Prefiks, yang diimbuhkan di sebelah kiri dasar dalam proses yang disebut “prefiksasi”.
b. Sufiks, yang diimbuhkan di sebelah kanan dasar dalam proses yang disebut “sufiksasi”
c. Infiks, yang diimbuhkan dengan penyisipan di dalam dasar itu dalam proses yang namanya “ infiksasi”
d. Konfiks, atau simulfiks, atau ambifiks, atau sirkumfiks, yang diimbuhkan untuk sebagian di sebelah kiri dasar dan untuk sebagian di sebelah kanannya dalam proses yang dinamai “konfiksasi”,atau “simulfiksasi”,atau “ambifiksasi”,atau”sirkumfiksasi”.
Fungsi utama yang dimiliki oleh proses afiksasi yaitu :
Fleksi, yaitu afiksasi yang membentukkan alternan-alternan dari bentuk yang tetap merupakan kata, atau unsure leksikal, yang sama dan Derivasi, yaitu afiksasi yang menurunkan kata atau unsure leksikal yang lain dari kata atau unsure leksikal tertentu.
2. Sekedar contoh afiksasi
Diantara prefiks Indonesia ada ( men-) seperti dalam : mendapat, mencuri, menyalak, melintang, merintis, mengubah, menantang dan lain sebagainya. Ada pula prefiks ( pen-) seperti dalam : pengurus, pemarah, penterjemah, pencipta dan penyatu. Prefiks ( ke-) ada dalam : kedua, ketiga, ; prefiks ( se-) sepereti dalam : setinggi, sesuai; Prefiks ( ber-) seperti dalam berjuang, belajar, Prefiks ( memper-) seperti dalam memperbanyak, memperkuat dan masih banyak lagi.
Sebagai Infiks untuk bahasa Indonesia dapat disebutkan hanya (-in-) dalam kesinambungan. Akhirnya konfiks adalah (men—kan),(memper—kan), (men-i), (memper—i) seperti dalam : menyembelihkan,mempermainkan,menduduki dan memperingati; (ke—an)1 seperti dalam keindahan, ketinggian dan ( ke—an )2 seperti dalam kelupaan, atau kelewatan.
Dalam bahasa Inggris misal prefiks (un-) dalam uneasy, (dis-) dalam disable ( re-) dalam redo, (be-) dalam befriend. Ada sufiks (-able) dalam comfortable dan semua sufiks verba seperti (-ing),(-s), (-d) dalam fleying, plays, played. Dan masih banyak lagi contohnya dalam bahasa lain.
3. Konfiks atau prefiks plus sufiks ?
Dalam bahasa Belanda gebeente, bukan * (ge-) berupa prefiks atau *(-te) berupa sufiks, melainkan (ge—te)lah yang berstatus konfiks atau ambifiks.
Amati Struktur morfemis kata-kata Indonesia seperti kelupaan, kejatuhan dan sebagainya. Apakah prefiks ? (ke-) ditambah sufiks ? (-an), ataukah ambifiks ( ke—an ) ? Tentunya bahasa ini memiliki prefiks (ke-) seperti dalam ketujuh dan sufiks (-an) dalam bangunan, tetapi kata-kata tersebut tidak dalam kelas kata dengan anggota seperti kelupaan dan kejatuhan. Apabila ta ada kata kelupa atau ketujuh. Tidak ada pula kata *lupaan atau jatuhan. Jadi terbuktilah bahwa kelupaan terdiri atas (lupa) + (ke—an) .Dapat disimpulkan bahwa verba tadi struktur morfologisnya adalah dasar + ( ke—an).
4. Tipologi prefiksasi dan sufiksasi
Istilah “tipologi” dalam ilmu linguistik berarti”jenis”bahasa atau penelitian tentang “jenis”bahasa. Amati tipologi dengan morfologi yang rumit bahasa Hibrani dan bahasa Indonesia !
Hibrani
1. (a) ka:tab se:per ‘ia (dulu) menulis buku’
(verba) + (perfektif)
(b) yikto:b se:per ‘ia akan menulis buku’
(verba) + (imperfektif)
(c ) hikti :b ‘ia membuat ( orang lain ) menulis’
(kausatif) + (verba)
(d) haka:tab se:per ‘apakah ia (dulu) menulis buku ?’
(Tanya) + (verba)
(e) lo: ka :tab ‘ia (dulu) tidak menulis’

Indonesia
2. (a) ia turun
hanya(verba) monomorfemis
(b) ia tidak turun
(ingkar) + (verba)
(c )ia me-nurun
(durative) + ( verba)
(d) ia tidak me-nurun
(ingkar) _ (duratife) + (verba)
(e) apakah ia tidak me-nurun
(Tanya) + (ingkar) _ (duratife) + (verba)
(f) apakah ia tidak me-nurun-kan bendera
( Tanya) + (ingkar) + ( duratif = kausatif ) + (verba).
Kita melihat beberapa morfem yang baru bagi kita dalam contoh-contoh ini. Morfem (perfektif), (imperfektif) dan (durative) adalah fonem yang menyatakan “aspek” verba, dan (permisif) dan (desideratif) adalah morfem yang “modal”. Ada pula morfem ( kausatif) yang menyebabkan terjadinya hal yang diartikan oleh bentuk dasar; dan (kala) sudah kita ketahui. Akhirnya ada morfem (Tanya) atau (introgatif) serta morfem (ingkar) atau (negatif).
Dalam bahasa Hibrani dan Indonesia morfem (Tanya),(ingkar), (kausatif) dan (modal) mendahului morfem dasar verba ( dalam urutan tertentu ), sedangkan dalam bahasa Turki dan Jepang morfem tersebut menyusul morfem dasar dalam urutan yang sebaliknya, Hanya moprfem (kala) tidak konsisten dalam hal ini. Bahasa Hibrani dan bahasa Indonesia secara umum bahasa pemrefiks, sedangkan bahasa Turki dan Jepang adalah bahasa penyufiks.

5. Komplikasi diakronik dalam penelitian morfologis.
Untuk bahasa tertentu deskripsi morfologi menghadapi komplikasi yang sumbernya bersifat diakronik; perkembangan bahasa di masa lalu.
Komplikasi morfologis tampak jelas dalam bahasa Ingris. Hal ini merupakan akibat dari banyaknya pemungutan kata dari bahasa Prancis dulu, dan juga akibat pembentukan dari kata-kata baru atas dasar bahasa Latin dan Yunani.
Amatilah prefiks (per-) ( yang kita dapati juga dalam bentuk berprefiks yang sama seperti persuade ‘ meyakinkan’,permutation’perubahan’,permeate’memasuki’ perfection‘kesempurnaan’,dan sebagainya. Morfem (per-) itu jelas berstatus prefiks, dengan “beban fungsional” yang cukup tinggi.
6. Teknik deskripsi morfologis.
Para ahli linguistik menganalisis data-datanya secara morfemis, juga dalam deskripsi sintaktis, karena pengertian sintaksis menuntut aadanya pengertian morfologis.
Teknik deskripsi morfologis ini dipergunakan untuk analisis teks, yang memang selalu terdiri dari kalimat-kalimat. Dengan cara ini para ahli mempergunakan tiga baris; baris pertama memuat teks itu sendiri, yang tidak lain adalah “data” dan dinamai “baris dasar”, baris kedua memuat analisis morfem demi morfem , baris ini lazim disebut glos ( terjemahan ) “ antar baris” atau interlinear”, dan baris ketiga memuat “terjemahan bebas”atau disebut juga “glos bebas”.
Contoh :
Indonesia
Mari-lah kita ber- sama- sama memper-siap-kan pel- ajar-an
EXH EMPH 1: INCL VPR together RED CAUS ready FOBJ NOMN learnNOMN
‘Let us prepare the course material together.’
Dalam interliner huruf besar dipakai untuk glos-glos gramatikal ( artinya, yang tidak leksikal). Pengarang selalu harus menjelaskan singkatan yang dipakai untuk glos gramatikal itu. Disini EXH=exhortative; EMPH=emphatic; 1:INCL=first person inclusive; VPR=verbal prefix;RED=reduplication; CAUS= causative; OF=objective focus;NOMN=nominalizing affix.
Glos bebas seperti semua glos, diapit antara tanda petik tunggal.Perhatikan konvensi linguistik yang lain : contoh seperti selau dinomori ( dengan angka diantara kurung) dan selau menjorok ke dalam ( lazimnya tiga sampai lima spasi ). Morfem-morfem dalam baris dasar dipisahkan oleh garis penghubung ( tetapi glosnya interlinear tidak ), dan setiap glos morfemis interlinear disejajarkan dengan morfem asli pada baris dasar, di sebelah kiri.
7. Paradigma, fleksi dan derivasi.
Para ahli linguistik memakai istilah “paradigma” untuk golongan konstruksi morfemis dengan dasar yang sama. “Anggota-anggota” daftar “paradigma” itu juga disebut “alternan-alternan” dari paradigma (“alternan” berarti dapat “bentukalternan”,atau bentuk lain”)
Para ahli linguistik berkonsesus bahwa dua golongan bawahan yang terpenting dalam paradigma morfemis adalah golongan “fleksi” dan golongan yang berdasarkan “derivasi”.Golongan “fleksi” atau “ infleksional” adalah daftar paradigma yang terdiri atas bentuk-bentuk dari kata yang sama, sedangkan golongan derivasi adalah daftar yang terdiri atas bentuk-bentuk kata-kata yang tidak sama.Misalnya bentuk mengajar dan diajar adalah dua bentuk ( “aktif” dan “pasif”) dari kata yang sama, yaitu mengajar, sedangkan mengajar dan pengajar merupakan dua kata yang berbeda ( verba dan nomina). Kata yang sama dan yang tidak sama adalah istilah atau identitas kata atau identitas leksikal.Pendek kata : pengajar dan pengajaran tidak sama identitas leksikalnya dan hubungan diantaranya adalah derivasional bukan infleksional.
8. Klitika
Klitika biasanya adalah morfem yang pendek paling-paling dua silabe, biasanya satu, tidak dapat diberi aksen atau tekanan apa-apa, melekat pada kata atau frase yang lain, dan memuat arti yang tidak mudah dideskripsikan secara leksikal. Klitika juga tidak terikat pada kelas kata tertentu, seperti biasanya ada keterikatan itu dengan morfem-morfem terikat. Amati klitika pun dalam klausa seperti : Dalam hal ini pun dia berbakat klitika pun tidak dapat dipisahkan dari hal ini. Bandingkan juga konjungsi sekalipun, dalam arti “ meskipun”, dengan pemakaian pun sebagai berikut : Malah sekali pun ia tidak mampir, dengan sekali dalam arti “ satu kali “ dan arti pun dengan konotasi “ konsesif”. Maka secara ortografis pun dapat saja diberi tekanan. Akhirnya pun tidak terikat pada kelas kata tertentu dan dapat menyusul verba atau nomina ajektiva dalam konteks yang sesuai.
Klitika dibedakan menjadi “proklitika” dan “enklitika”, menurut posisinya.Disebelah kiri atau di sebelah kanan dari kata yang menjadi “tuhan rumahnya”, dalam bahasa Indonesia, pun dan -lah berupa enklitika.
Baca Selengkapnya…

Sastra Indonesia

PERIODESASI SASTRA INDONESIA

A. Pengertian
Sejarah sastra Indonesia merupakan studi sastra yang membahas perkembangan sastra Indonesia sejak lahirnya sampai perkembangannya yang terakhir. Hal ini terjadi karena sastra Indonesia itu selalu mengalami perkembangan dari periode ke periode. Periodesasi berarti pembabakan, periodesasi sastra Indonesia bermakna pembabakan sastra Indonesia berdasarkan perkembangannya dari waktu ke waktu, atau dari periode ke periode. Periode menurut Wellek adalah bagian waktu yang dikuasai oleh sistem norma dan konversi sastra yang kemunculannya, penyebarannya, keragamannya, integrasi dan kelenyapannya dapat dirunut. Periode-periode sastra tidak tersusun secara mutlak atau dipatok dalam tahun yang pasti, karena periode-periode saling tumpang tindih yaitu sebelum periode angkatan sastra yang satu lenyap, sudah muncul angkatan sastra yang lainnya. Angkatan sastra adalah sekumpulan sastrawan yang hidup dan berkarya dalam satu kurun masa (periode tertentu). Mereka memiliki kemiripan dalam hal ide, gagasan, dan misi yang dituangkan dalam karya sastra masing-masing. Maka karya sastra suatu angkatan merupakan kumpulan karya sastra yang menunjukkan adanya kesamaan atau kemiripan ciri-ciri instrinsik antar sastrawannya.

B. Periodesasi sastra Indonesia dan ciri-cirinya
Pandangan berbagai pengamat sastra Indonesia (Ahli Sastra) tentang perkembangan sastra Indonesia dari masa ke masa (Periodesasi Sastra Indonesia) berbeda-beda karena sudut pandang mereka yang berbeda pula , tetapi walaupun demikian pada hakekatnya mempunyai titik persamaan.
Pada umumnya periodesasi sastra Indonesia yang terdapat pada buku-buku yang beredar di tanah air kurang memuaskan, karena dasar periodesasinya kurang tepat seperti periodesasi Nugroho Notosusanto, H.B. Yassin, Ayip Rosidi dan lain-lain, yang didasarkan atas politik dan nasionalisme , seharusnya periodesasi sastra yang tepat adalah yang berdasarkan ciri-ciri instrinsik karya sastra sesuai dengan hakekat sastra itu sendiri, seperti yang disampaikan oleh Rahmat Joko Pradopo. Beliau membagi periodesasi sastra Indonesia modern atas periode angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, periode angkatan 45, angkatan 50 dan angkatan 70.
Jadi secara garis besar perkembangan kesusastraan Indonesia itu dibagi atas Masa Kesusastraan Lama , Masa Peralihan dan Masa Kesusastraan Baru (Modern). Pembagian ini untuk melihat proses kesusastraan Indonesia dari masa lampau sampai sekarang ini.
1. Kesusastraan Lama ( Melayu Klasik )
a. Kesusastraan Zaman Purba/ Kuno
b. Kesusastraan Zaman Hindu
c. Kesusastraan Zaman Islam
2. Kesusastraan Peralihan
3. Kesusastraan Baru ( Modern )
a. Periode tahun 20-an ( Balai Pustaka )
b. Periode tahun 30-an ( Pujangga Baru )
c. Periode 45 ( Angkatan 45 )
d. Periode 50-an ( Angkatan 50 ) atau oleh H.B. Yassin disebut Angkatan 66
e. Periode 70-an ( Angkatan 70 / Mutakhir )

1. Kesusastraan Lama ( Melayu Klasik )
Periode Melayu Klasik dimaksudkan sebagai sastra milik suku-suku bangsa Indonesia di Nusantara sebelum timbulnya perjuangan kebangsaan atau nasionalisme Indonesia yang berawal dari gerakan Budi Utomo 20 Mei 1928 dan dilanjutkan pada peristiwa Sumpah Pemuda 28 )ktober 1928 . Masa ini terbagi dalam tiga periode yaitu sastra zaman purba/kuno yang mencerminkan sastra nenek moyang suku-suku bangsa Indonesia dahulu kala di Nusantara yang sifat sastranya masih “ asli “ . Setelah masuk masuknya kebudayaan Hindu di Nusantara abad ke- 7, kesusastraan Indonesia mendapat pengaruh dan berkulturasi dengan kebudayaan Hindu, sehingga menghasilakan sastra zaman Hindu yang memiliki corak kehinduan. Demikian pula dengan kedatangan kebudayaan Islam di Nusantara pada abad ke-13, kesusastraan Nusantara mendapat pengaruh dan berkulturasi dengan sastra Islam, sehingga menghasilkan sastra zaman Islam yang bercorak keislaman.
1.1 Kesusastraan zaman purba/kuno
Masyarakat zaman purba hidup dalam suasana takut kepada roh yang menurut anggapan mereka bersarang dimana-mana. Guna memelihara hubungan dengan roh orang mempergunakan mentera, doa, dengan kata-kata pilihan dan bentuk yang tepat. Untuk tiap keperluan ada mentera dan doa tertentu dan biasanya tidak semua orang bisa mengucapkannya, yang biasa biasanya hanyalah pawang atau orang yang sudah biasa mendapatkan kekuatan gaib.
Sebelum tahun 1500 kesusastraan Melayu bersifat cerita dari mulut ke mulut yang disampaikan oleh tukang cerita yang disebut pawang. Bentuk kesusastraan yang pertama-tama adalah :
a. Mentera-mentera, doa-doa atau ucapan-ucapan sakti yang diucapkan oleh pawing.
b. Dongeng-dongeng kepercayaan misalnya : tentang dewa dewi, binatang jadi-jadian dan sebagainya.
Contoh Mantera yang diucapkan pawang saat hendak bertanam padi agar benih-benih yang ditanam dapat tumbuh subur :
“ Seri Dangumala ! Seri Dangumala !
Hendak kirim anak sembilan bulan
Segala inang segala pengasuh
Jangan beri sakit jangan beri demam
Jangan beri ngilu dan pening
Kecil menjadi besar
Tua menjadi muda
Yang tak sama dipersamakan
Yang tak kejap diperkejap
Yang tak hijau diperhijau
Yang tak tinggi dipertinggi
Hijau seperti air laut
Tinggi seperti bukit kap.
1.2 Kesusastraan zaman Hindu
Ketika orang-orang Hindu datang ke Indonesia maka masuk pulalah pengaruh kebudayaannya. Begitu pula halnya dengan kesusastraannya. Sistem feodalisme yang dibawanya ke mari makin lama makin kuat kedudukannya. Sejak itu hidup kebudayaan berpusat pada kraton dan sudah barang tentu kesusastraannya pun menjadi kraton sentris.
Contoh hasil kesusastraan zaman Hindu antara lain :
1. Mahabharata disusun oleh Wiyasa
2. Ramayana oleh Wamukti
3. Pancatantera.
Mahabharata ini bagi orang Hindu bukan hanya buku hikayat pahlawan nusa saja tetapi lebih dari itu Mahabharata sebuah buku agama, kesusilaan, hokum, filsafat dan sebagainya dan merupakan pegangan hidup disamping Kitab Weda.
Contoh Cerita Ramayana :
Ramayana adalah salah satu wira cerita (epos) yang disusunoleh Walkimi yang isinya adalah : Melukiskan apa sebab Rama kehilangan haknya atas tahta kerajaan Ayodhya. Kemudian Rama mengundurkan diri kehutan Dandhaka bersama istrinya Dewi Sinta dan Laksamana selama 14 tahun. Di hutan Dewi Sinta dilarikan oleh Rahwana dari negeri Lengka. Tetapi akhirnya dapat direbut kembali oleh Rama berkat bantuan Sugriwa dan Hanuman.
1.3 Kesusastraan zaman Islam.
Agama Islam masuk ke Indonesia melalui Parsi dan masuknya agama Islam besar pengaruhnya terhadap kebudayaan Indonesia khususnya dalam bidang kesusastraan. Ke dalam kesusastraan Indonesia masuklah cerita-cerita dari Arab dan Parsi dalam bentuk prosa maupun puisi. Cerita Indonesia asli pun ada yang telah kemasukan unsur agama Islam.
Contoh hasil karya zaman Islam antara lain :
1. Kitab-kita yang bersifat agama Islam seperti Kitab Risalah dan Kitab Fikih
2. Hikayat-hikayat Islam antara lain : Hikayat Nabi Muhammad, Hikaya Nabi Yusuf , Hikayat Nabi Daud , Hikayat Nabi bercukur, Hikayat Nabi Ibrahim, Hikayat Nabi Sulaiman, Hikayat Nabi Musa, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Muhammad Ali Hanafiah, Hikayat Raja Badar, Hikayat 1001 Malam, Hikayat Bachtiar, Tajjusalatina, Bustanusalatina, cerita-serita berbingkai, Hikayat Bayan Budiman, cerita Pelipur lara seperti : cerita Si Umbut Muda, Kaba Sabai Nan Aluih, Hikayat Malim Deman, Hikayat Anggun Cik Tunggal, Hikayat Si Miskin, cerita Si Malim Kundang, dan lain-lain.
Beberapa pengarang Kesusastraan Lama dengan hasil karyanya adalah :
1. Hanzah Fansuri hidup pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 di Barus, Aceh. Karangannya antara lain : Syair Perahu, Syair Dagang, Syair Si Burung Pingai
2. Nuruddin Ar-Raniri hidup di istana Sultan Aceh karangannya antara lain : Bustanu’ssatina dan Sirata ‘I mustaqim.
3. Buchari Al Jauhari karangannya : Tajussalatina (Mahkota Raja-raja)
4. Tun Muhammad Sri Lanang karangannya : Sejara Melayu
5. Raja Ali Haji karyanya Gurindam Dua belas dan Syair Abdul Muluk.
Contoh Hikayat 1001 Malam isinya adalah menceritakan seorang Raja yang sangat lalim. Setiap malam raja itu menghendaki seorang cantik dan pada keesokan harinya sebelum matahari terbit perempuan itu disuruh dibunuh. Demikianlah aniaya raja itu. Akhirnya sampailah giliran seorang putri yang amat cantik dan pandai bercerita. Waktu hari akan pagi yaitu waktu datang saat ia akan dibunuh, perempuan itu menceritakan sebuah cerita yang ajaib. Demikianlah diperbuat perempuan itu pada tiap-tiap malam ia menceritakan cerita yang ajaib-ajaib sampai 1001 mala atau kurang lebih 3 tahun lamanya. Dengan jalan mendengar cerita itu raja lalu insaf akan dirinya, sehingga ia tobat dari dosanya dan perempuan itu lalu dijadikannya sebagai permaisurinya.


2 Kesusastraan masa Peralihan
Pada permulaan abad ke – 19 tampak suatu usaha meninggalkan cara-cara karang mengarang seperti yang lazimdianut orang pada zaman dahulu. Masa ini sering disebut masa Peralihan. Adapun yang dimaksud ialah peralihan dari sastra lama ke sastra baru .
Usaha ini dilancarkan oleh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi 1797-1854). Karena dialah satu-satunya pengarang yang kenamaan pada masa itu, maka masa peralihan sering juga disebut masa Abdullah.
Abdullah lahir pada tahun 1797, ayahnya bernama Syeikh Abdulkadir berasal dari Arab sedangkan ibunya berasal dari India. Buah karya Abdullah dianggap bercorak baru dibandingkan sebelumnya. Perbedaan-perbedaannya dengan sastra lama ialah dari segi bentuk dan isinya. Isinya menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dari orang-orang biasa seperti riwayat hidup sendiri dan pengalaman dalam perjalanan.
Hasil karya Abdullah antara lain :
Hikayat Abdullah, Kisah Pelayaran Abdullah bin Abdulkadir Munsyi ke Kelatan, Hikayat Pancatanderan (saduran), dan Kisah Pelayaran Abdullah ke negeri Jedah serta terjemahan Pancatantera dari bahasa Tamil ke dalam bahasa Melayu.

3. Kesusastraan Baru ( Modern ).
Setelah Indonesia menerima pengaruh kebudayaan modern awal abad ke-20 yang ditandai oleh perjuangan kebangsaan ( Nasionalisme ) yang dipelopori oleh gerakan Budi Utomo 1908, lalu berlanjut pada peristiwa Sumpah Pemuda 1928 yang mengirarkan istilah “Indonesia“ sebagai tanah air, bangsa dan bahasa , maka periode kesusastraan memasuki periode Sastra Baru (Modern).
Menurut Abdul Hadi W.M mengemukankan lahirnya angkatan baru lebih banyak ditentukan oleh adanya gagasan baru dalam bidang sastra yang disebabkan adanya peristiwa-peristiwa penting yang terjadi atau ada sastrawan baru yang membawa gagasan sastra baru dan banyak pengikutnya. Dalam kesusatraan Indonesia hal itu sedah nyata. Peristiwa penting itu seperti pergerakan kebangsaan, Perang Dunia, masuknya Jepang ke Indonesia, Proklamasi Kemerdekaan, dibukanya sekolah-sekolah untuk bumiputra oleh penjajah Belanda dalam arti untuk melayani minat baca di kalangan rakyat pada waktu itu, dan terjadinya peristiwa-peristiwa lain. Hal itu akan menyebabkab timbulnya angkatan dalam sastra kesusastraan Indonesia baik langsung ataupun tidak. Selain itu juga untuk Periode Sastra Modern ini terbagi atas lima periode atau angkatan yaitu periode 20-an ( Balai Pustaka ), periode 30-an ( Pujangga Baru ), periode 50-an yang disebut H.B.Yassin Angkatan 66 , periode 70-an ( Angkatan 70 )
Dalam uraian berikut kita akan mengemukan penjelasan tiap-tiap periode atau angkatan dalam sastra Indonesia yang didasarkan pada latar budaya dan corak kesusatraannya sebagai berikut:
3.1 Periode 20-an ( Balai Pustaka )
Ini berarti bahwa lahirnya Angkatan Balai Pustaka sekitar tahun 1920-an dan melemahnya kekuatan dan lenyapnya disekitar tahun 1940 waktu integrasinya kekuatan sastra Balai Pustaka antara 1925 – 1935. Di anrata tahun – tahun itu terbit sebagian besar karya-karya roman Balai Pustaka yang kuat Di antarannya : Salah pilih ( 1928 ), Katak Hendak Jadi Lembu ( 1935 ) , Salah Asuhan ( 1928 ), Pertemuan Jodoh (1933), Sengsara Membawa Nikmat (1932) , Kehilangan Mustika (1935) , Ni Rawit ( 1935 ) dan lain-lain. Kurun waktu antara tahun-tahun itu dapat dianggap sebagai masa terintegrasi periode (Angkatan) Balai Pustaka. Sesudah 1935 kekuatannya mulai melemah , namun masih terbit karya-karya ( roman-roman ) yang baik, yang kuat seperti Neraka Dunia (1917), Kalau Tak Untung ( 1938), Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1939) dan lain sebagainya.
Ciri-ciri Angkatan Balai Pustaka antara lain jenis sastranya terutama roman yang umumnya beralur lurus terkecuali Azab dan Sengsara (Merari Siregar) dan di bawah Lindungan Ka’bah ( Hamka ), gaya bahasanya menggunakan perumpamaan klise dan peribahasa-peribahasa, tapi menggunakan bahasa percakapan sehari-hari , banyak digrasi bercorak romantik dan bersifat didaktis.
3.2 Periode 30-an ( Pujangga Baru ).
Sesungguhnya para sastrawan Pujangga Baru telah menulis sajak-sajak di sekitar tahun 1920, namun sekitar tahun 1930 menunjukkan ciri-ciri periode atau angkatan yang kuat, seperti tampak dalam karya-karya Indonesia Tumpah Darahku (1929), Madah Kelana (1931) , Dian Yang Tak Kunjung Padam (1932). Sekitar tahun 1930 gagasan Pujangga Baru mulai menyebar luas hingga akhirnya terintegrasinya, masa kuat-kuatnya menunjukkan ciri-ciri sastra Pujangga Baru adalah antara 1933-1940.Di antara tahun itu terbit karya-karya utama seperti Layar Terkembang (1936), Belenggu (1940), Sandhyakalaning Majapahit (1933), Manusia Baru (1940), Nyanyi Sunyi (1937), Rindu Dendam (1934 ). Sesudah tahun 1940 kekuatan sastra Pujangga Baru mulai melemah, dan akhirnya sekitar 1945 sudah digantikan peranannya oleh Angkatan 1945.
Ciri-ciri sastranya jenis sastra puisi dominan, tetapi ada juga drama, cerpen, roman yang hanya beraliran romantik, puisinya jenis puisi baru dan soneta, menggunakan kata-kata nan indah, bahasa perbandingan, gaya sajaknya diafan dan polos, rima merupakan sarana kepuitisan.
Sastra prosanya menggunakan watak tehnik perwatakan tidak analisis langsung, alurnya erat karena tak ada digresi, mempersoalkan kehidupan masyarakat kota seperti emansipasi, pemilihan, pekerjaan, diwarnai ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan serta bersifat didaktis.
3.3 Periode 45 ( Angkatan 45 )
Pada masa kekuasaan fasisme Jepang di Indonesia , sekitar tahun 1942 telah muncul suatu angkatan sastra yang merasa lain dari angkatan Pujangga Baru. Menurut H.B. Yassin, kelainan itu sangat jelas pada penyair Chairil Anwar mengenai pandangan hidup, sikap hidup, rasa hidup dan pengucapan dalam persajakan. Begitu pula pengarang Idrus, persoalan-persoalan dalam prosesnya belum pernah dikenal dalam Pujangga Baru. Ida Nasution juga menggunakan prosa yang bersifat lain dari sebelumnya, oleh kepadatannya dan kelangsungan pengucapannya.
Nama angkatan ini baru didapat pada tahun 1949 dan untuk pertama dilansir dalam majalah Siasat 9 Januari 1949 oleh Rosihan Anwar. Untuk angkata 45 menjadi penting sekali kemerdekaan itu. Angkatan 45 ini disebut juga Angkatan Kemerdekaan. Sebelum angkatan ini popular angkatan ini disebut Angkatan Chairil Anwar, Angkatan sesudah Perang, Generasi Gelanggang dan ada juga yang menyebutnya Angkatan Pembebasan. Lahirnya angkatan ini merupakan bukti ketidaksetujuan para sastrawan terhadap pengaruh Jepang dan Belanda .
Di sekitar tahun 1940 itu penulis Angkatan 45 mulai menulis karya-karya sastranya. Tanggal tertua yang terdapat dalam antologi H.B. Yassin Gema Tanah Air adalah 28 Nopember 1942, tanggal dimuatnya sajak “ Bunglon “ karya Ashar. Sajak Chairil Anwar yang tertua tertanggal Oktober 1942 sajak “ Nisan “ dan “ Kehidupan “ Desember 1942. Periode 1940-1955 ini diisi oleh karya-karya sastra para sastrawan yang mulai menulis pada permulaan tahun 40-an meskipun ada juga yang telah menulis pada tahun 30-an. Masa produktif angkatan ini antara 1943-1953. Kurang lebih dalam masa sepuluh tahun. Sesudah itu kekuatannya melemah. Dalam arti sesudah itu para sastrawan angkatan ini jarang menulis ataupun berhenti menulis meskipun ada juga yang terus menulis sampai sekarang misalnya Muchtar Lubis dan Sitor Situmorang. Selama waktu sepuluh tahun itu dapat dikatakan karya-karya sastra mereka belum dibukukan, melainkan terbit dalam majalah-majalah. Baru sesudah tahun 1950 karya mereka dapat terbit sebagai buku . Bahkan karya Chairil Anwar , sastrawan yang dianggap sebagai pelopor Angkata 45, baru dapat terbit sebagai buku sesudah ia meninggal, yaitu Deru Campur Debu ( 1949 ) dan Kerikil Tajam dan Yang Terhempas dan Terputus (1951). Sebagian besar karya sastrawan Angkatan 45 dan sastrawannya dapat terlihat dalam dua buku antologi H.B. Yassin, yaitu Kesustraan Indonesia di Masa Jepang (1948) dan Gema Tanah Air (1948).
Periode 45 atau Angkatan 45 dengan ciri-ciri sastranya puisi, cerpen, novel, drama berkembang pesat dengan mengetengahkan masalah kemanusiaan umum dan humanisme universal seperti : kesengsaraan hidup, hak-hak asasi manusia, dengan gaya realitas bahkan sinis ironis, disamping mengekpresikan kehidupan batin/kejiwaan , dengan mengenal filsafat ekstensialisme.
Pada karya sastra puisi menggunakan puisi bebas dengan gaya ekspresionistis, simbolik realis, gaya sajaknya presmatis dengan kata-kata yang ambigu dan simbolik, dengan bahasa kiasan seperti metapora, juga ironi dan sinisme.
3.4 Periode 50-an ( Angkatan 66 )
Pada tanggal 6-9 Mei 1966 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia bersama dengan KAMI dan KAPPI menyelenggarakan sebuah Simposium berjudul “ Kebangkitan Semangat 1966: Menjelajah Tracee Baru Lekra dan Neoleranisme “.Dominasi kebudayaan oleh politik, tegas-tegas ditolak. Selama symposium inilah untuk pertama kali perserta mulai menamakan dirinya sebagai Angkatan 66, dan secara terbuka menyatakan kebebasan pada umumnya sebagai nilai kemanusiaan yang hakiki.
Dari kelompok ini, majalah bulanan baru Horisan , segera terbit sebagai suara sastranya. Nomor pertama majalah ini beredar bulan Juli 1966 dengan Muchtar Lubis sebagai pemimpin redaksi. Nomor kedua memuat karangan H.B. Yassin “ Bangkitlah Satu Generasi “ yang menyatakan tentang lahirnya satu Angkatan sastra baru yaitu Angkatan 66.
Dalam periode ini karya sastra merupakan tulisan para sastrawan yang pada umumnya menulis pada awal tahun 50-an dan 60-an. Antara 1950-1955 para sastrawan Angkatan 45 masih menerbitkan karya-karya satranya, sementara sastrawan-sastrawan baru mulai menulis . Angkatan sastra 50 ini dapat dikatakan terintegrasi 1955-1965. Corak sastra periode 1950-1970 ini agak beragam karena adanya para sastrawan yang mendukung ieologi partai dan sastrawan bebas. Pada kurun waktu ini sastra Indonesia dipengaruhi oleh situasi social, politik dan ekonomi. Pada kurun waktu ini ada peristiwa penting yaitu pemberontakan G 30 S/PKI pada 1965 yang berakibat disingkirkannya para sastrawan Lekra dan karya-karyanya yang idelogi komunis. Namun ciri-ciri sastra intrinsik belum berubah sampai tahun 1970.
Sastrawan-sastrawan yang muncul dalam periode ini antara lain W. S. Rendra (Balada Orang-orang Tercinta), Toto Sudarto Bachtiar (Suara), Nugroho Notosusanto (Hujan Kepagian dan Tiga Kota ), Ramadhan K.H (Periangan Si Jelita), Trisnoyuwono (Lelaki dan Mesiu ), N.H Dini (Dua Dunia), Toha Mochtar (Pulang), B. Sularto (Domba-domba Revolusi), Subagyo Sastrowardoyo (Simphoni).
Periode 50 yang memiliki ciri-ciri sastra meneruskan gaya angkatan 45 terutama struktur estetiknya, mempersoalkan masalah kemasyarakatan yang baru dalam suasana kemerdekaan , dengan berorientasi pada bahan-bahan sastra dari kebudayaan Indonesia sendiri, karena dampak partai-partai corak sastranya bermacam-macam ada yang beride keislaman ( Lesbumi ), ide kenasionalan (LKN), ide Komunis dengan semboyan seni untuk rakyat (Lekra dan) ada yang bebas mengabdi kemanusiaan.
3.5 Periode Angkatan 70-an ( Sastra Mutakhir/Sastra Kontemporer )
Perjalanan sastra Indonesia sejak zaman Abdullah dengan Hikayat Abdullahnya kemudian disusul secara berturut-turut oleh angkatan : Balai Pustaka, Pujangga Baru, 45 atau 66 kini secara relatif berakhir pada sastra mutakhir/sastra kontemporer. Wajar apabila masing-masing angkatan membawa suatu pembaharuan karena pada dasarnya sastra merupakan hasil karya manusia yang akan terus berkembang apabila aturan-aturan ataupun fenpmena-fenomena yang terkandung dalam tiap-tiap periode/angkatan mempunyai perbedaan akibat pembaharuan yang dibawa masing-masing.
Perbedaan-perbedaan tersebut lebih banyak disebabkan oleh situasi masyarakat pada saat suatu karya sastra dihasilkan. Di samping itu tidak dapat juga dibantah adanya pengaruh kemajuan sastra diluar negeri. Dan hal ini tidak hanya terjadi pada bidang puisi, drama ataupun cerita pendek saja, tetapi juga pada bidang roman/novel.
Sastra kontemporer muncul pada dekade 70-an lebih diwarnai oleh kegelisahan masyarakat Indonesia. Perjalanan batin akan dijelajahi para pembaca novel tahun 1970-an adalah pengalaman kegelisahan, baik berupa kegelisahan sosial, kegelisahan batin maupun kegelisahan rumah tangga.
Para sastrawan yang karya-karyanya memberi corak sastra periode ini pada umumnya sudah mulai menulis pada tahun 60-an, lebih-lebih sesudah 1965, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Danarto dan Kuntowijoyo, telah menulis sejak awal tahun 60-an. Akan tetapi karya yang penting, karya garda depannya, baru terbit sekitar tahun 1970. Masa integrasi Angkatan 70 ini adalah selama dekade 70-an, dengan karya sastra Merahnya Merah, Ziarah, dan Kering karya Iwan Simatupang, Godlob, karya Danarto, cerpen-cerpen Budi Darma yang belum dibukukan Kotbah di atas Bukit novel Kunto Wijoyo, novel-novel Putu Wijaya Telegram dan Stasiun serta dramanya Aduh, drama-drama Arifin C. Noor Kapai-kapai, dan sebagainya.
Dalam bidang puisi di antara yang menonjol adalah Sutardji C.Bachri dengan O, Amuk Kapak, karya Sapardi Djoko Damono, Akuarium, Mata Pisau dan Perahu Kertas, Gunawan Muhammad Prelude, dan sajak-sajak Abdul Hadi W.M dan Darmanto Jt.
Tokoh-tokoh penting sastrawan angkatan 70 ini sebenarnya telah muncul pada periode angkatan 50 yang menulis pada era 60-an seperti : Umar Kayam (Bawuk, Sri Sumarah), Gunawan Muhammad ( Asmaradana), Tufik Ismail (Tirani). Bur Rasuanto (Mereka Telah Bangkit), Sapardi Djoko Damono ( Dukamu Abadi), Abdul Hadi WM (Meditasi), Sutardji C. Bachri (O, Amuk), Linus Suryadi ( Pengakuan Pariyem), Iwan Simatupang (Merahnya , Kering), J.B. Mangunwijaya (Burung-burung Manyar), Budi Darma (Olenka), N.H.Dini (Pada Sebuah Kapal).
Periode Angkatan 70-an dengan ciri-ciri sastranya dalam karya sastra puisi muncul 4 jenis gaya puisi yaitu puisi mantera, puisi imajisme, puisi lugu dan puisi lirik. Puisi-puisi mempersoalkan masalah sosial, kemiskinan, pengangguran, jurang kaya miskin, menggunakan cerita-cerita dan kepercayaan rakyat dalam balada. Prosesnya menggabarkan kehidupan masyarakat sehari-hari, kehidupan pedesaan dan daerah, seperti Pulang karya Toha Mochtar, Di Tengah Padang (Bastari Asmin), Penakluk Ujung Dunia (Bokor Hutasuhut).

C. Sastrawan dan karya-karya puncaknya setiap angkatan
a. Sastrawan Angkatan 20-an ( Balai Pustaka )
Sastrawan yang berkiprah serta hasil karyanya pada angkatan ini antara lain adalah :
1. Marah Rusli
Roman Azab dan Sengsara karya Merari Siregar memang merupakan roman pertama yang mempersoalkan kawin paksa, yang selanjut sekitar belasan tahun lamanya menjadi tema penting dalam
roman-roman Indonesia.Namun dengan terbitnya roman Siti Nurbaya tahun 1922, oleh Marah Rusli, dinilai olek kritikus Zuber Usman, sebagai tokoh penting dari generasi Balai Pustaka, yang menjadi pelopor kesusastraan baru Indonesia. Persoalan cerita yang dikemukakan Marah Rusli dalam karangannya sudah berbeda sekali dengan cerita-cerita seperti Hikayat dan semacamnya yang bersifat fantasi belaka. Dalam Siti Nurbaya dilukiskan keadaan yang sungguh-sungguh ada dalam masyarakat atau merupakan gambaran suatu segi masyarakat yang patut menjadi perhatian di zaman itu yaitu soal
adat dan perkawinan. Dari gaya dan persoalan cerita yang dikemukakan pengarang Siti Nurbaya lebih menarik perhatian. Zuber Usman menilai Marah Rusli pengarang Indonesia yang pertama berani mengupas soal kemasyarakatan yang tak sesuai lagi dengan aliran zaman, seperti “orang jemputan” “kawin paksa” dan lain-lain. yang menjadi persoalan yang biasa terjadi di kalangan bangsawan di kota Padang. Cerita Siti Nurbaya ini menceritakan Baginda Sulaiman ayah Siti Nurbaya terpaksa meminjam uang dengan Saudaragar kaya , Datuk Maringgih. Dengan kekuasaan, uang dan harta Datuk Maringgih yang bertabiat keji itu dapat merebut Siti Nurbaya dari kekasihnya Syamsul Bachri. Siti Nurbaya .
Marah Rusli dilahirkan tahun 1889 di Padang, ayahnya Demang St. Abu Bakar gelar Sutan Pangeran, seorang bangsawan kota Padang.ia menamatkan Sekolah Melayu di padang (1904) , lalu Sekolah Raja (1910) di Bukit Tinggi dan Sekolah Dokter Hewan di Bogor. Ia meninggal taun 1968 di Bandung. Hasil karyanya adalah Siti Nurbaya (1922), roman Anak dan Kemanakan , Lahami. Karya puncaknya adalah Siti Nurbaya.
2. Merari Siregar dengan karyanya Azab dan Sengsara (1921), dan lain-lain.
3. Adinegoro karyanya Darah Muda (1927) dan Asmara Jaya (1928), Melawat ke Barat , dan lain-lain. Karya puncaknya adalah Darah Muda dan Asmara Jaya.
4 Abdul Muis karyanya Salah Asuhan (1928), Pertemuan Jodoh (1933), Pangeran Hindi ( terjemahan).Karya puncaknya adalah Salah Asuhan.
5. Mohammad Yamin dengan karyanya adalah sajak Tanah Air, Bahasa Bangsa, drama Ken Arok dan Ken Dedes (1934), Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (1932), roman Gajah Mada dan Pangeran Diponegoro, serta terjemahan-terjemahan. Karya puncaknya adalah Tanah Air.
6. Hamka dengan karyanya adalah karyanya Tenggelamnya Kapal Van Der Wijch (1939), dan lain-lain.

b. Sastrawan Angkatan 30-an ( Pujangga Baru )
Sastrawan yang berkiprah dan hasil karyanya pada angkatan ini antara lain adalah :
1. Sutan Takdir Alisyahbana
Sutan Takdir Alisyahbana sebagai motor Pujangga Baru setelah menamatkan Sekolah Guru Sambunga (Schakel School) tahun 1928-1930 di Palembang , kuliah di Sekolah Hakim Tinggi tahun 1942 di Jakarta. Bersama Amir Hanzah dan Sanusi Pane mendirikan Majalah Pujangga Baru. Ia juga dikenal sebagai Dosen di Fakultas Darurat RI, Universitas Nasional dan mendirikan Yayasan Maju Ilmu dan Kebudayaan, mengasuh beberapa sekolah menengah dan Unas,serta anggota KNIP.
Layar Terkembang merupakan roman yang terpenting dan tergolong roman bertendens. Lewat tokoh Tuti dikemukkannya pendapat dan pandangannya tentang peranan wanita dan kaum muda dalam kebangunan bangsa. Kisahnya adalah tentang dua orang gadis bersaudara, Tuti dan Maria. Tuti sebagai gadis yang tergolong kaum muda, aktif dalam gerakan wanita. Ia merasa berkewajiban untuk membela kedudukan kaumnya di mata laki-laki. Tetapi ia pun berjuang melawan hatinya sendiri yang tak lepas dari sifat (kodrat) kewanitaan yang memimpikan suami dan menjadi seorang ibu. Maria seorang gadis periang lincah. Tuti dan Maria berkenalan dengan Yusuf, seorang mahasiswa kedokteran. Meskipun pada mulanya Yusuf tertarik pada Tuti, tetapi ia kemudian menjadi kekasih Maria. Kematian Maria karena penyakit TBC, terasa terlalu dipaksakan pengarang yang hanya mau mempertemukan cinta Yusuf dan Tuti …
Selain Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana misalnya Tak Putus Dirundung Malang, Dian Tak Kunjung Padam (1932), Tebaran Mega (1936), Bunga Rampai Puisi Lama (1941), dan lain-lain. Puncak karyanya adalah Layar terkembang (1936)
2. Armin Pane dengan karyanya Belenggu 1940), Barang Tiada berharga , Kisah Antara Manusia, Puisi Jiwa Berjiwa, Kumpulan puisi Gamelan Jiwa (1960), dan Kumpulan drama Jinak-jinak Merpati ( 1960), puncak karyanya adalah Belenggu.
3. Amir Hamzah dengan karyanya kumpulan puisi Nyanyi Sunyi (1937), Sajak Padamu Jua, Sajak Buah Rindu (1941), Sajak Hang Tuah dalam Buah Rindu dan Sajak Batu Belah dalam Nyanyi Sunyi. Puncak karyanya adalah Nyanyian Sunyi dan Buah Rindu
4. Pengarang-pengaran lain.


c. Sastrawan Angkatan 45
Sastrawan yang berkiprah dan hasil karyanya pada angkatan ini antara lain adalah :
1. Chairil Anwar
Chairil Anwar adalah pelopor Angkata 45 ini, sebagi pengerak dan pembaharuan dalam bentuk dan visi perpuisian. Sajaknya sendiri revolusioner bentuk dan isinya, sajaknya meledak-ledak yang memperlihatkan jiwa yang berontak terhadap penjajahan pada waktu itu. Chairil Anwar lahir di Medan 25 Juli 1922 dari orang tua yang berasal dari Payakumbuh. Ia sekolah di Sekolah HIS Medan kemudian MULO juga di Medan tapi hanya sampai kelas dua saja. Ia meninggal 28 April1949 dalam usia belum lagi 27 tahun. Anwar dikenal sebagai sastrawan tahun 1943 beberapa bulan setelah Jepang mendarat di Indonesia. Ia telah menulis 70 sajak asli, 4 sajak saduran, 10 sajak terjemahan, 6 prosa asli dan 4 prosa terjemahan, semua ini dibukukan dalam kumpulan sajak Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam dan Yang Terhempas dan Yang Terputus (1949) dan sajak-sajaknya bersama Asrul Sani dan Rivai Apin yang dikumpulkan dalam Tiga Menguak Takdir (1950). Karya puncaknya adalah Kumpulan sajak Deru Campur Debu.
Puisi krawang – Bekasi yang diambil dari Kerikil Tajam dan Yang Terhempas dan Yang Putus:
KRAWANG – BEKASI
Kamiyang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
Tidak bisa lagi teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi

Tapi siapa yang tidak lagi mendengar deru kami,
Terbayang kami maju dan berdegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang dilipiti debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-6 ribu nyawa
Kami Cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir

Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi.
( Chairil Anwar )
2. Idrus dengan karyanya adalah Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, Novel Aki, Sandiwara Jibaku Aceh, Dokter Bisma dan Keluarga Surono, terjemahan karangan asing seperti Kereta Api Baja, Hari Penciptaan Pertama, Roti Kita Sehari-hari, Sepuluh Tenaga Kuda., Novel Surabaya. Dan karya puncaknya adalah Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
3. Muchtar Lubis dengan karyanya Novel, Tak Ada Esok (1950), Jalan Tak Ada Ujung (1952), Senja Di Jakarta , Tanah Gersang (1966), Maut dan Cinta, Harimau-harimau, cerpen Si Jamal (1950) dan Perempuan (1956), puncak karyanya adalah Surabaya dan Jalan Tak Ada Ujung.
4. Pramudya Ananta Tur dengan karyanya Keluarga Gerilya (1949)
5. Sitor Situmorang dan pengarang-pengarang lain.

d. Sastrawan Angkata 50-an ( Angkatan 66).
Sastrawan yang berkiprah dan hasil karyanya pada angkatan ini antara lain adalah
1. Nugroho Notosusanto
Nugroho Notosusanto termasuk salah seorang Tentara Pelajar yang aktif ikut gerilya pada zaman revolusi fisik di Jawa Tengah. Ia lahir di di Rembang tahun 1930. Sebagai pengarang cerpen, penulis esei dan sajak, beliau lulus sarjana sastra sejarah di FS_UI Jakarta, kemudia bergelar Doktor dan menjadi protesor , berbakti sebagai dosen, guru besar dan Rektor Universitas Indonesia. Ia juga dikenal sebagai sejarawan dan mengabdikan diri pada Pusat Sejarah ABRI dengan pangkat Brigjen TNI-AD. Sebelum meninggal beliau menjabat sebagai Menteri P dan K RI. Beliau mengarang Cerpen Hujan Kepagian (1958). Kumpulan cerpennya yang lain Tiga Kota (1959) dan Rasa Sayange (1963).
Pada umumnya cerpen-cerpennya menyuguhkan tema kemanusiaan yang dijalani dalam gaya penceritaan yang lincah dan humoris, seperti pada cerpennya Bayi dikisahkan dalam suatu pertempuran sengit, dua musuh berhadapan yaitu serdadu Belanda dan seorang gerilya Republik. Tiba-tiba keduanya dikagetkan oleh suara jerit bayi di sebuah gubuk. Kedua tentara itu saling pandang., lalu serentak memeriksa sang bayi. Keduanya menyelamatkan sang bayi dan ibunya dari medan pertempuran demi kemanusiaan…
Karya puncak Nogroho Notosusnto adalah Hujan Kepagian.
2. Ali Akbar Navis dengan karyanya Kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami (1956), Hujan Panas(1964), Bianglala (1964) dan novel Kemarau (1967). Karya puncaknya adalah Robohnya Surau Kami.
3. Trinoyowono dengan karyanya Kumpulan cerpen Laki-laki dan Mesiu (1957), Pagar Kawat Berduri (1962), angin Laut (1965), Di Medan Perang (1961), Kisah-kisah Revolusi (1965) dan roman Bulan Madu (1962). Karya puncaknya adalah Laki-laki dan Mesiu.
4. Toto Sudarto Bachtiar dengan karyanya kumpulan sajak Atsa (1958), Suara (1956), Surya (1956) , Cerpen pengarang asing dikumpulkannya dalam Bunglon (1965). Karya puncaknya adalah sajak Suara dan Bunglon.
5. W. S. Rendra dengan karyanya kumpulan sajak Balada Orang-orang Tercinta (1957), sajak-sajak Duabelas Perak dan Nyanyian dari jalanan dan Malam Stanza (1956), kumpulan sajak kakawinan, sajak –sajak Sepatu Tua, Mazmur Mawar, Potret pembangunan dalam puisi dan Aku Tulis Pamflet ini, Nyanyian Angsa, Pesan Pencopet kepada Istrinya dalam blues untuk Bonnie, Ia sudah bertualang (1963), terjemahan-terjemahan serta drama-drama eksprerimen. Karya puncaknya adalah Balada Orang-orang Tercinta.
6. Pengarang-pengarang lain.

e. Sastrawan Angkatan 70-an / Mutakhir.
Sastrawan yang berkiprah dan hasil karyanya pada angkatan ini antara lain adalah
1. Sutardji Calzoum Bachri merupakan tokoh penyair yang paling menonjol dan terkemuka di antara sastrawan angkatan 70-an. Berkat gagasan pembaharuan puisi yang dikemukannya dan pembacaan sajaknya khas dan menarik perhatian. Puisi-puisinya menunjukkan orisinalitas, mengikuti konvensi kepuitisan berupa bentuk visual yang secara lingustik nonsense (tak mempunyai arti), tetapi menimbulkan makna dalam sajak, hanya menggunakan pembaitan, enjambeman, rima dan tipografi seperti sajak Tragedi Winka & sihka. Sutradji lahir 24 Juni 1941 di Rengat (Riau) . Pendidikan terakhirnya adalah Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Sosial dan Politik Universitas Padjadjaran , Bandung. Karyanya sajak Tragedi Winka & Sihka, Amuk, O (1973), Kapak (1979) ketiganya ini diterbitkan dalam satu buku yang berjudul O Amuk Kapak, Luka dan sebagainya. Karya puncaknya adalah Amuk.
Sajak Sutardji Amuk :
Amuk
….. aku bukan penyair sekedar
aku depan
depan yang memburu
membebaskan kata
memanggilMu
pot pot pot
pot pot
kalau pot tak mau pot
biar pot semua pot
mencari pot
pot
hei kau dengan manetraku
Kau dengan kucing memanggilMu
Izukalizu
Mapakazaba itasatali
Tutulita
Papaliko arukabazaku kodega zuzukalibu
…………………………………………..
2. Abdul Hadi W.M dengan karyanya Laut Belum Pasang (1971), Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975), Cermin (1975), Meditasi (1975), dan Tergantung pada Angin (1977), Baithul Makdis, Pada Malam Isra dan Mi’raj Elegi I dalam potret, Dari Tawangmangu,Tuhan, Kita Begitu Dekat dan lain-lain. Karya puncaknya adalah Potret.
3. Putu Wijaya dengan karyanya adalah Drama Dalam Cahaya Bulan (1964), Bila Malam Bertambah Malam (1965), Invalid, Matahari Yang Terakhir (1964), Burung Gagak (1966), Tak Sampai Tiga Bulan (1967), Orang-orang Malam (1966), Lautan Bernyanyi (1967), Tidak (1969), Almarhum (1969), Dapdap (1969) dan Orang-orang Mandiri (1971), Telegram (1977), Stasiun (1977), Pabrik (1976), Tak Cukup Sedih Ratu Sah (1978), Es (1974), kumpulan puisi Dadaku adalah Perisaiku (1974) dan film Tiba-tiba Malam (1978). Karya puncaknya adalah Telegram
4. Yudistira Ardinugraha dengan karyanya Drama Wot Atawa Jembatan dan Ke, novel Mencoba Tak Menyerah (1979), Arjuna Mencari Cinta (1977), Ding Dong (1978), kumpulan sajak 1978 Omong Kosong, sajak Sikat Gigi, Arjuna Mencari Cinta II dan lain-lain. Karya puncaknya adalah Arjuna Mencari Cinta.
5. Linus Suryadi A.G dengan karyanya adalah Pengakuan Pariyem (1981) , kumpulan sajak Langit Kelabu (1976), Syair-syair dari Yogya (1978). Karya Puncaknya adalah Pengakuan Pariyem.
6. Leon Agusta dengan karyanya kumpulan sajak Monumen Safari (1966) bersama Chairul Harun, Rusli Marzuki, Saria dan Z.Bakry, Catatan Putih (1975) dan Hukla Matahari dan Bulan.
6. Hamid Jabar dengan karyanya adalah kumpulan puisi Dua Warna (1974), Paco-paco (1974) dan Wajah Kita (1981)
7. Eka Budijanta dengan karyanya kumpulan sajak Ada (1976), Bang-bang Tut (1976), Bel (1977) Rel (1978) Sabda Barsahut Sabda (1978) dan Sejuta Miliyar Satu (1984).
8. F. Rahardi dengan karyanya kumpulan sajak Soempah WTS (1983), Catatan Harian Sang Koruptor (1985),dan lain-lain.
9. Emha Ainun Najib dengan karyanya kumpulan puisi “M” Frustasi , Sastra yang membebaskan (1984), Bagian Sangat Penting dari Desa Saya (1983). Karya puncaknya adalah kumpulan puisi “M” Frustasi.
10. Pengarang-pengarang lain.
Baca Selengkapnya…