Selamat Datang!

Rabu, 27 April 2011

Fonologi

Fonologi
1. Faktor artikulasi dan titik artikulasi, jenis bunyi, watak bunyi dan nama bunyi ditentukan oleh artikulator dan titik artikulasi bunyi konsonan itu.
2. Faktor jalan udara , berdasarkan faktor inibunyi konsonan dibedakan menjadi konsonan oral yaitu bunyi konsonan yang dihasilkan dengan jalan udara melewati rongga mulut, dan bunyi konmsonan nasal yaitu bunyi konsonan yang dihasilkan dengan jalan udara melewati rongga hidung.
3. Faktor selaput suara, udara yang berhembus dari paru-paru akan melewati pita-pita suara ( vocal chords ).
Apabila udara yang keluar dari paru-paru dapat menggetarkan dinding selaput suara , maka bunyi konsonan yang dihasilkan disebut konsonan bersuara dan apabila udara yang keluar tidak dapat menggetarkan dinding selaput suara maka bunyi yang dihasilkan disebut bunyi konsonan tak bersuara.
4. Faktor halangan, udara yang keluar dari paru-paru pada saat menghasilkan bunyi konsonan mendapat halangan bisa sepenuhnya , sedikit atau hanya menimbulkan geseran.
Berdasarkan halangan , maka bunyi konsonan dapat dibedakan menjadi bunyi konsonan stop, geseran , afrikatif, getar dan lateral.
Pembagian bunyi konsonan berdasarkan keempat faktor di atas :
a. Bunyi konsonan bilabial , bersuara , oral , stop , dengan lambang ( b ) .
b. Bunyi konsonan bilabial , stop , tak bersuara dengan lambang ( p ).
c. Bunyi konsonan bilabial nasal , bersuara dengan lambang ( m ).
d. Bunyi konsonan apiko alveolar , oral , stop , bersuara dengan lambang ( d )
e. Bunyi konsonan apiko alveolar , oral , stop , bersuara dengan lambang ( n ).
f. Bunyi konsonan apiko alveolar, letus,oral, tak bersuara dilambangkan dengan ( t )
g. Bunyi konsonan apiko alveolar,desis, oral tak bersuara dilambangkan dengan ( s )
h. Bunyi konsonan apiko , alveolar, tril ( getar ), bersuara, oral dengan lambang ( r )
i. Bunyi konsonan apiko ahrolan ( likwida ), oral, bersuara dengan lambang ( l )
j. Bunyi konsonan fronto palatal , nasal , bersuara dengan lambang ( n )
k. Bunyi konsonan fronto palatal , oral , bersuara dengan lambang ( j )
l. Bunyi konsonan fronto palatal , oral , tak bersuara dengan lambang ( c )
m. Bunyi konsonan dorso velar , letus , oral , tak bersuara dilambangkan dengan ( k )
n. Bunyi konsonan dorso velar , letus , oral , bersuara dilambangkan dengan ( g )
o. Bunyi konsonan dorsovelar, bersuara , nasal , dengan lambang ( n )
p. Bunyi konsonan glotal stop, tak bersuara dengan lambang ( ? )
q. Bunyi konsonan glotal frikatif ( geseran ), tak bersuara dengan lambang ( h )
2.3.1.3 Bunyi Semi Konsonan
Dalam Bahasa Indonesia selai bunyi konsonan dan bunyi vocal ditemukan juga bunyi semi vokal yang dalam buku ini disebut bunyi semi konsonan. Bunyi ini dihasilkan oleh alat ucap yang bermula dari bunyi vokal kemudian kalau lidah agak ditinggikan akan melahirkan bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan.
Bunyi yang memiliki ciri bunyi konsonan dan bunyi vokal ini lazim disebut bunyi semi vokal. Misal sewaktu mengucapkan bunyi vokal ( i ) lidah berada dalam posisi teratas. Kalau lidah ditinggikan lagi maka terjadilah bunyi ( y ).

Mengapa tidak dicantumkan bunyi konsonan f ( ( f ) , v ( v ) , sy ( s ) , kh ( x ) , dan z ( z ) ?
Bahasa Melayu yang menjadi asal Bahasa Indonesia tidak memiliki bunyi konsonan ( f , v , s , x , z ), dan Bahasa Indonesia tidak memiliki kelima konsonan ini. Seandainya kelima konsonan ini ditemukan statusnya hanya sebagai bunyi pungutan dari bahasa asing ( bunyi tidak asli ). Beberapa contoh kata pungutan dari bahasa Belanda dan bahsa Arab di bawah ini yang mengandung huruf ef, ve, esye, kha, dan zet :
maaf, variasi, syair , khalifah , zat , dan lain-lain.
Data tersebut ditulis secara ortografis atau sesuai dengan ejaan yang berlaku. Ternyata lafal yang ada dan sahih dalam kata maaf ialah ( ma?ap ) Bunyi sebenarnya ada lima buah yaitu ( m ) , ( d ) , ( ? ) , ( a ) dan ( p ). Apabila tulisan ortografis ( ma?ap ) maka ternyata huruf ef bukan melambangkan bunyi ( f ) melainkan melambangkan bunyi ( p ). Selain itu bunyi ( ? ) ada tetapi tidak dilambangkan dengan huruf.
Lafal yang diperlukan adalah lafal yang sahih. Untuk mendapatkan lafal yang sahih perlu diperhatikan masalah informan dan cara-cara pengumpulan data. Informan boleh dari berbagai daerah dan dari berbagai lapisan sosial. Dan masih ada hal lain lagi yang betul-betul diperhatikan , yaitu cara yang dipakai untuk mendapatkan lafal yang spontanitas , wajar apa adanya atau tidak dibuat-buat ( lafal yang sahih ).
Berikut ini dijelaskan beberapa hal yang penulis lakukan dan yang penulis jauhi di dalam menemukan lafal yang sahih.
1. Penulis selalu mengusahakan agar informan tidak mengetahui bahwa lafalnya akan diteliti.
2. Penulis memilih pembicaraan berlangsung dalam suasana santai.
3. Kalau penulis ingin mendapatkan lafal suatu kata dari informan misalnya lafal kata fakultas , maka penulis melontarkan pertanyaan sebagai berikut :
Di mana anda kuliah ?
Di mana saja anda memberikan kuliah ?
Penulis tidak mau mengajukan pertanyaasn seperti di bawah ini :
Di fakultas apa Anda kuliah ?
Dsi fakultas apa saja Anda memberikan kuliah ?
Dengan menggunakan sejumlah informan yang memenuhi persyarata dan dengan melakukan cara-cara mendapatkan lafal seperti yang tewlah dijelaskan di atas ternyata penulis menemukan lafal yang sash sebagai berikut :
Huruf ef dan ve dalam kata-kata pungutan itu dilafalkan dengan ( p ) , huruf sy dilafalkan ( s ) , huruf kh dilafalkan ( h ) dan ( k ) , huruf zet dilafalkan ( s ) dan ( j ).Jadi secara spontanitas, secara wajar, secara apa adanya tidak ditemukan lafal ( f ), ( v ), ( s ), ( x ) dan ( z ). Dengan demikian sampai saat ini penulis belum menemukan bunyi konsonan ( f ), ( v ), ( s ), ( x ) dan ( z ) dalam bahasa Indonesia.
Bunyi Suprasegmental
Berbedas dengan bunyi segmental , maka bunyi supra segmental belum dapat dilambangkan denga huruf. Oleh karena itu bunyi suprasegmental tidak ditemukan dalam bahsa tulis. Bunyi ini hanya bisa didengar dalam bahasa lisan. Berikut ini akan disajikan sejumlah bunyi suprasegmental yang ditemukan di dalam bahasa Indonesia yang berupa nada, kualitas dan aksen bunyi suprasegmental yang berupa nada dibedakan menjadi nada naik dan nada turun.Bunyi yang berupa kualitas dibedakan menjadi panjang , dan pendek sedangkan bunyi suprasekmental yang berupa aksen dibedan menjadi tekanan keras dan tekanan lemah.
2.3.2.1 Bunyi suprasegmental berupa nada.
Bunyi suprasegmental berupa nada naik dilambangkan dengan ( / ), nada turun ( ), nada turun naik ( V ) dan nada datar ( -- ) .
Keempat bunyi di atas dapat dilihat dalam data :
Makan ( makan )
Makan ( makan )
Siasat ( siyasat )
2.3.2.2 Bunyi suprasegmental berupa kualitas
Bunyi suprasegmental berupa kualitas yang dibedakan menjadi panjang dan pendek masing-masing dilambangkan dengan ( : ) dan ( . ) ini terdapat dalam data :
Bangsat ( Ban.sa:t )
Merdeka ( m r.dE.ka: )
Angkuh ( an:kUh )
2.3.2.3 Bunyi suprasegmental berupa Aksen
Bunyi suprasegmental berupa aksen dibedakan menjadi tekanan keras dan tekanan lemah. Dalam bahasa Indonesia masih belum ada lambangannya. Di buku ini dibuat lambang masing-masing ( ’’ ) untuk tekanan keras ) dan ( ’ ) untuk tekanan lemah.
Contoh :
Kritik ( k ritIk )
Perdana ( p rdana )
Resah ( r sah )
2.4 Distribusi Bunyi
Distribusi bagi setiap bunyi dimaksudkan sebagai kemampuan bagi setiap bunyi untuk berada pada posisi yang tertentu dalam sebuah kata dasar. Dalam sebuah kata dasar bunyi memiliki tiga posisi yaitu di depan kata dasar, di tengah kata dasar dan di akhir kata dasar.
Lengkap tidaknya posisi bunyi dalam sebuah kata dasar ditentukan oleh mampu tidaknya bunyi itu berada pada ketiga posisi itu. Sebuah bunyi dikatakan berdistribusi lengkap apabila bunyi itu ditemukan pada ketiga posisi dalam sebuah kata dasar dan dikatakan tidak lengkap apabila bunyi itu tidak titemukan pada ketiga posisi tersebut dalam kata dasar.
2.4.1 Distribusi Bunyi Vokal
a. Bunyi vokal depan , atas, tak mundur ( i ) memiliki distribusi yang lengkap terbukti dalam data berikut :
awal kata : ipar ( ipar )
ibu ( ibu )
irama ( irama )
tengah kata : tidak ( tida? )
tirai ( tira )
biasa ( biyasa )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar